Tuesday, April 28, 2009

KEP

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

KEP adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita di Indonesia maupun negara-negara berkembang lainnya KEP berdampak terhadap pertumbuhan, perkembangan intelektual dan produktivitas antara 20-30%, selain itu juga dampak langsung terhadap kesakitan dan kematian.

Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang masih menghadapi masalah kekurangan gizi yang cukup besar. Kurang gizi pada balita terjadi karena pada usia tersebut kebutuhan gizi lebih besar dan balita merupakan tahapan usia yang rawan gizi1.

Masalah gizi yang sampai saat ini masih menjadi masalah ditingkat nasional adalah gizi kurang pada balita, anemia, gangguan akibat kekurangan Yodium (GAKY) dan kurang vitamin A, masalah tersebut disebagian besar kabupaten/kota dengan factor penyebab yang berbeda2.

Usia dibawah lima tahun (balita) terutama pada usia 1-3 tahun merupakan masa pertumbuhan yang cepat (growth spurt), baik fisik maupun otak. Sehingga memerlukan kebutuhan gizi yang paling banyak dibandingkan pada masa-masa berikutnya. pada masa ini anak sering mengalami kesulitan makan, apabila kebutuhan nutrisi tidak ditangani dengan baik maka akan mudah terjadi Kekurangan energi protein (KEP)4.

Anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan golongan yang rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi, diantaranya adalah masalah kurang energi protein (KEP) yang merupakan masalah gizi utama di Indonesia1.

Untuk mengantisipasi masalah di atas, diperlukan upaya pencegahan dan penanggulangan secara terpadu di setiap tingkat pelayanan kesehatan, termasuk pada sarana kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas perawatan, Puskesmas, Balai Pengobatan, Puskesmas Pembantu, Pos Pelayanan Terpadu, dan Pusat Pemulihan Gizi yang disertai peran aktif masyarakat.

I.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang kami dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Apa saja factor penyebab terjadinya KEP pada balita?
2. Bagaimana dampak KEP pada balita?
3. Bagaimana penanggulangan KEP pada balita?
4. Bagaimana pelayanan gizi balita KEP berat/gizi buruk.

I.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan hal-hal yang melatarbelakangi dan menjadi rumusan masalah, penulisan makalh ini bertujuan untuk :

1. Untuk mengetahui factor penyebab dari kekurangan energi protein pada balita.
2. Untuk mengetahui dampak dari kekurangan energi protein pada balita.
3. Untuk mengetahui program penanggulangan dari kekurangan energi protein pada balita.
4. Untuk mengetahui pelayanan gizi balita KEP berat/gizi buruk.

BAB II

PEMBAHASAN
II.1 PENGERTIAN DAN DASAR DIAGNOSIS KEP

1. Pengertian

a. Kurang Energi Protein (KEP)

Menurut Supariasa (2000) Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu2.

KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG).

Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan badan yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi Pada anak-anak KEP dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan3.

b. Klasifikasi KEP

Berikut ini adalah klasifikasi Kurang Energi Protein1:

* KEP ringan bila berat badan menurut umur (BB/U) 70-80% baku median WHO-NCHS dan/atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 80-90% baku median WHO-NCHS;
* KEP sedang bila BB/U 60-70% baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB 70-80% baku median WHO-NCHS;
* KEP berat/Gizi buruk bila BB/U <60% baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB <70% baku median WHO-NCHS.

Penentuan KEP dilakukan berdasarkan indikator antropometri yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Anak dikatakan mengalami KEP apabila berada di bawah -2 z-score (standar Internasional NCHS-WHO) dari setiap indikator4.

CATATAN1:

* KEP berat/Gizi buruk secara klinis terdapat dalam 3 (tiga) tipe yaitu, Kwashiorkor, Marasmus, dan Marasmik-Kwashiorkor;
* Tanpa melihat Berat Badan bila disertai edema yang bukan karena penyakit lain adalah KEP berat/Gizi buruk tipe Kwashiorkor;
* KEP nyata adalah istilah yang digunakan di lapangan, yang meliputi KEP sedang dan KEP berat/Gizi buruk dan pada KMS berada di bawah garis merah (tidak ada garis pemisah antara KEP sedang dan KEP berat/Gizi buruk pada KMS);
* KEP total adalah jumlah KEP ringan, KEP sedang, dan KEP berat/Gizi buruk (BB/U <80% baku median WHO-NCHS).

2. Gejala klinis KEP berat/Gizi buruk yang dapat ditemukan1:

a. Kwashiorkor

- Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis)

- Wajah membulat dan sembab

- Pandangan mata sayu

- Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok

- Perubahan status mental, apatis, dan rewel

- Pembesaran hati

- Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk

- Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)

- Sering disertai: -penyakit infeksi, umumnya akut anemia, diare.

b. Marasmus:

- Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit

- Wajah seperti orang tua

- Cengeng, rewel

- Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar/”baggy pants”)

- Perut cekung

- Iga gambang

- Sering disertai: penyakit infeksi (umumnya kronis berulang), diare

c. Marasmik-Kwashiorkor:

- Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klnik Kwashiorkor dan Marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak mencolok.

3. Defisiensi nutrien mikro yang sering menyertai KEP berat/ Gizi buruk.

Pada setiap penderita KEP berat/Gizi buruk, selalu periksa adanya gejala defisiensi nutrien mikro yang sering menyertai seperti1:

- Xerophthalmia (defisiensi vitamin A)

- Anemia (defisiensi Fe, Cu, vitamin B12, asam folat)

- Stomatitis (vitamin B, C).

II. 2 FAKTOR PENYEBAB DAN DAMPAK DARI KEP PADA BALITA

Factor Penyebab

UNICEF (1988) telah mengembangkan kerangka konsep makro (skema: terlampir) sebagai salah satu strategi untuk menanggulangi masalah kurang gizi. Dalam kerangka tersebut ditunjukkan bahwa masalah gizi kurang dapat disebabkan oleh7:

A. Penyebab langsung

Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang. Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan mudah terserang penyakit.

B. Penyebab tidak langsung

Ada 3 penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang yaitu :

- Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya.

- Pola pengasuhan anak kurang memadai. Setiap keluarga dan mayarakat diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik baik fisik, mental dan sosial.

- Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistim pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan.

Ketiga faktor tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan, makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan maka akan makin banyak keluarga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan.

C. Pokok masalah di masyarakat

Kurangnya pemberdayaan keluarga dan kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor langsung maupun tidak langsung.

D. Akar masalah

Kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat terkait dengan meningkatnya pengangguran, inflasi dan kemiskinan yang disebabkan oleh krisis ekonomi, politik dan keresahan sosial yang menimpa Indonesia sejak tahun 1997. Keadaan tersebut teleh memicu munculnya kasus-kasus gizi buruk akibat kemiskinan dan ketahanan pangan keluarga yang tidak memadai.
Hasil penelitian yang dilakukan Zakaria dkk tentang Faktor-Faktor Determinan Kejadian Kurang Energi Protein (Kep) Pada Anak Umur 6-5 Bulan Di Kabupaten Pangkep menunjukkan bahwa umur (p=0,005), penyakit infeksi (p=0,032), tingkat pendapatan (p=0,073) dan konsumsi energi (p=0,083) merupakan faktor determinan terhadap kejadian KEP pada anak Batita berdasarkan indikator BB/U. Selanjutnya umur (p=0,000) dan perolehan imunisasi (p=0,029) merupakan faktor determinan terhadap kejadian KEP pada anak Batita berdasarkan indikator TB/U. Dan tingkat pendapatan (p=0,025), konsumsi protein (p=0,068) dan kunjungan ibu ke Posyandu (p=0,085) merupakan faktor determinan terhadap kejadian KEP pada anak Batita berdasarkan indikator BB/TB5.

Sedangkan hasil penelitian Erledis Simanjuntak menunjukkan bahwa Banyak faktor resiko terjadinya KEP pada balita diantaranya: penyakit infeksi, jenis kelamin, umur, berat badan lahir rendah, tidak diberi ASI eksklusif, imunisasi tidak lengkap, nomor urut anak, pekerjaan ayah dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah, ibu pekerja, tingkat pendidikan orang tua yang rendah, jumlah anggota keluarga yang besar dan lain- lain6.

Hal ini berarti bahwa penyebab terjadinya KEP pada balita adalah sebagai berikut:

1. Penyakit Infeksi
2. Tingkat Pendapatan Orang Tua yang rendah
3. Konsumsi Energi yang kurang
4. Perolehan Imunisasi yang kurang
5. Konsumsi Protein yang kurang
6. Kunjungan Ibu ke Posyandu, hal ini berkaitan dengan pengetahuan ibu.

Selain itu besarnya masalah gizi di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor penting, yaitu karena ketidaktahuan serta karena bagitu lekatnya tradisi dan kebiasaan yang mengakar di masyarakat khususnya dibidang makanan, cara pengolahan makanan, dan cara penyajian serta menu masyarakat kita dengan segala tabu-tabunya. Salah satu penyebab malnutrisi (kurang gizi) diantaranya karena faktor ekonomi yaitu daya beli yang rendah dari para keluarga yang kurang mampu. Nampaknya ada hubungan yang erat antara pendapatan keluarga dan status gizi anak-anaknya. Pengetahuan ibu juga merupakan salah satu factor terjadinya kurang gizi pada balita, karena masih banyak orang yang beranggapan bahwa bila anaknya sudah kenyang berarti kebutuhan mereka terhadap gizi sudah terpenuhi4.

Dampak KEP Bagi Balita

Dari berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa KEP merupakan salah satu bentuk kurang gizi yang mempunyai dampak menurunkan mutu fisik dan intelektual,serta menurunkan daya tahan tubuh yang berakibat meningkatnya resiko kesakitan dan kematian terutama pada kelompok rentan biologis. Pengejawantahan KEP terlihat dari keadaan fisik seseorang yang diukur secara Antropometri. Manifestasi KEP tercermin dalam bentuk fisik tubuh yang apabila diukur secara Anthropometri (TB/U, BB/U, BB/TB) kurang dari nilai baku yang dianjurkan.

Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa KEP merupakan salah satu bentuk kurang gizi yang mempunyai dampak menurunkan mutu fisik dan intelektual serta menurunkan daya tahan tubuh yang berakibat meningkatnya resiko kesakitan dan kematian terutama pada kelompok rentan biologis8.

II.3 UPAYA PENANGGULANGAN KEP

Masalah KEP atau pencapaian status gizi (dalam arti positif) merupakan salah satu keluaran penting dari pembangunan sosial-ekonomi-budaya. ecara umum. Oleh karenanya status girl dijadikan salah satu indikator suksesnya pembangunan. Penentuan kriteria, target, dan tahapan pencapaiannya dapat disusun secara teknis. Pencapaian status gizi tersebut dilaksanakan dalam pendekatan lintas sektoral, multifaset dan komprehensif8.

Sesuai dengan sifat masalah KEP yang kompleks, maka berkurangnya prevalensi KEP pada anak balita merupakan dampak komplementer dari berbagai program pembangunan sosial dan ekonomi yang ada, sedang program gizi lebih banyak ikut memberi arah agar unsur perbaikan gizi tidak terlupakan. Disamping itu, keberhasilan dalam meningkatkan keadaan gizi anak balita juga merupakan akibat langsung peran serta aktif masyarakat, terutarna peranan wanita dan Lembaga Sosial Masyarakat lain di Posyandu. Penanggulangan KEP diprioritaskan daerah tertinggal/miskin baik di pedesaan/perkotaan. Kegiatan ini pelaksanaannya diintegrasikan kedalam program penanggulangan kemiskinan secara nasional8.

Kegiatan penanggulangan KEP meliputi8:

- Pemantapan UPGK dengan: meningkatkan upaya pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita melalui kelompok dan dasa wisma.

- Penanganan khusus KEP berat secara lintas program dan lintas sektoral.

- Pengembangan sistem rujukan pelayanan gizi di Posyandu dalam rehabilitasi gizi terutama di daerah miskin.

- Peningkatan gerakan sadar pangan dan gizi melalui KIE yang berkesinambungan.

- Peningkatan pemberian ASI secara eksklusif.

- Penanggulangan KEK (Kurang Energi Kronik) pada ibu hamil didasarkan hasil penilaian dengan alat ukur LILA (Lingkar Lengan Atas).

Jadi Upaya penanggulangan masalah KEP pada balita dapat dilakukan guna mencegah dan mengurangi kejadian KEP adalah yaitu :

1. Dengan mengurangi/mengatasi faktor resiko, melalui perawatan kesehatan,
2. Pencegahan infeksi potensial KEP
3. Pemberian ASI eksklusif,
4. Perbaikan sosial ekonomi keluarga,
5. Keluarga berencana,
6. Imunisasi
7. Kerjasama lintas program dan lintas sektor seperti: kesehatan, pertanian, ketenaga kerjaan, pendidikan, kesejahteraan sosial dan kependudukan juga dibutuhkan.
8. Revitalisasi posyandu dengan menggalakkan kegiatan program : penimbangan balita secara rutin, imunisasi, upaya kesehatan ibu dan anak, pelayanan keluarga berencana, upaya perbaikan gizi, pemberian makanan tambahan (PMT) pemulihan, penyuluhan kesehatan akan sangat mendukung.

II. 4 PELAYANAN GIZI BALITA KEP BERAT/GIZI BURUK

Pelayanan Gizi pada anak dengan KEP berat/Gizi buruk di rumah sakit meliputi pelayanan rawat jalan, rawat inap dan pelayanan rujukan.

Pada dasarnya setiap anak yang berobat atau dirujuk ke rumah sakit dilakukan pengukuran berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) untuk menentukan status gizinya, selain melihat tanda-tanda klinis dan bila perlu pemeriksaan laboratorium. Penentuan status gizi ini diperkuat dengan menanyakan riwayat makan.

Dari hasil penentuan status gizi maka direncanakan tindakan sebagai berikut1:

1. KEP ringan

Diberikan penyuluhan gizi dan nasehat pemberian makanan di rumah dan pemberian vitamin. Dianjurkan untuk memberikan ASI eksklusif (Bayi <4 bulan) dan terus memberikan ASI sampai 2 tahun. Pada pasien KEP ringan yang dirawat inap untuk penyakit lain, diberikan makanan sesuai dengan penyakitnya dengan tambahan energi sebanyak 20% agar tidak jatuh pada KEP sedang atau berat, serta untuk meningkatkan status gizinya. Selain itu obati penyakit penyerta.

1. KEP sedang

a. Penderita rawat jalan (di RS/Puskesmas): diberikan nasehat pemberian makanan dengan tambahan energi 20-50% dan vitamin serta teruskan ASI bila anak <2 tahun. Pantau kenaikan berat badannya setiap 2 minggu dan obati penyakit penyerta.

b. Penderita rawat inap: diberikan makanan tinggi energi dan protein, secara bertahap sampai dengan energi 20-50% di atas kebutuhan yang dianjurkan (Angka Kecukupan Gizi/AKG) dan diet sesuai dengan penyakitnya, berat badan dipantau setiap hari, selain itu diberi vitamin dan penyuluhan gizi. Setelah penderita sembuh dari penyakitnya, tapi masih menderita KEP ringan atau sedang, rujuk ke puskesmas untuk penanganan masalah gizinya.

1. KEP berat/Gizi buruk

Bilamana ditemukan anak dengan KEP berat/Gizi buruk harus dirawat inap.

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari makalah ini berdasarkan pembahasan di atas adalah:

1. Faktor penyebab dari KEP pada balita adalah Penyakit Infeksi, dan rendahnya Tingkat Pendapatan Orang Tua, Konsumsi Energi, Perolehan Imunisasi, Konsumsi Protein, Kunjungan Ibu ke Posyandu, hal ini berkaitan dengan pengetahuan ibu.
2. Dampak dari KEP adalah dapat menurunkan mutu fisik dan intelektual serta menurunkan daya tahan tubuh yang berakibat meningkatnya resiko kesakitan dan kematian terutama pada kelompok rentan biologis.
3. Penanggulangan KEP yang dapat dilakukan adalah

- Dengan mengurangi/mengatasi faktor resiko, melalui perawatan kesehatan,

- Pencegahan infeksi potensial KEP

- Pemberian ASI eksklusif,

- Perbaikan sosial ekonomi keluarga,

- Keluarga berencana,

- Imunisasi

- Kerjasama lintas program dan lintas sektor seperti: kesehatan, pertanian, ketenaga kerjaan, pendidikan, kesejahteraan sosial dan kependudukan juga dibutuhkan.

- Revitalisasi posyandu dengan menggalakkan kegiatan program : penimbangan balita secara rutin, imunisasi, upaya kesehatan ibu dan anak, pelayanan keluarga berencana, upaya perbaikan gizi, pemberian makanan tambahan (PMT) pemulihan, penyuluhan kesehatan akan sangat mendukung.

1. Pelayanan Gizi pada balita KEP berat/gizi buruk meliputi pelayanan rawat jalan, rawat inap dan pelayanan rujukan.

III.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan mengenai KEP ini ke berbagai pihak terkait yaitu:

- Kepada Pemerintah Pusat dan Daerah, diharapkan perbaikan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat segera ditingkatkan melalui kebijakan yang memihak kepada kepentingan masyarakat, utamanya masyarakat miskin.

- Kepada Departemen Sosial, Departemen Pertanian, Departemen Kesehatan, agar kiranya segera bertindak cepat dan tepat dalam mengatasi masalah gizi ini, karena masalah ini perlu komitmen bersama antar lintas sector dipemerintahan pusat dan daerah.

- Kepada masyarakat, agar kiranya menumbuhkan semangat saling membantu dan tolong menolong antar sesame, supaya tidak ada lagi diantara kita yang kelaparan dan menderita gangguan gizi kurang.

- Kepada mahasiswa, diharapkan belajar dengan baik sehingga dapat menjadi pemikir bangsa dalam mengatasi masalah-masalah sentral di Negara ini. Semangat.!

DAFTAR PUSTKA

1. Dr. Sri S. Nasar, SpAK, dkk. 2005. Pedoman Tata Laksana KEP pada

Anak di Rumah Sakit Kabupaten/Kota. Di download dari http://www.gizi.net/pedoman-gizi/pd-kep-kab-kota.shtml

1. Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

1. Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia

Pustaka Utama

1. Novelia Marizza, FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

TERJADINYA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) PADA BALITA DI URJ RSU Dr. SOETOMO SURABAYA. Di download dari http://ojs.lib.unair.ac.id/index. php/bprsuds/article/view/1439/1438.

1. Zakaria, Veni Hadju, Aminuddin Syam. 2005. FAKTOR-FAKTOR

DETERMINAN KEJADIAN KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) PADA ANAK UMUR 6 - 35 BULAN DI KABUPATEN PANGKEP. Di download dari http://jurnalmkmi.blogspot. com/2009/03/faktor-faktor-determinan-kejadian.html

1. Erledis Simanjuntak 2008 .Faktor Resiko Kurang Energi Protein

Pada Balita Di Kota Medan. Di download dari http://library.usu. ac.id/index.php/component/journals/index.php?option=com_journal_review&id=3197&task=view

1. ADMIN. 2004. PROGRAM PERBAIKAN GIZI MAKRO

Di download dari http://www.gizi.net/kebijakangizi/ download/GIZI%20MAKRO.doc.

1. EVAWANY ARITONANG .2004. KURANG ENERGI PROTEIN

(PROTEIN ENERGY MALNUTRITION). Di download dari http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkmgizi-evawany.pdf

0 comments:

Template by - Abdul Munir