Saturday, May 9, 2009

Peranan Gizi dan Pola Asuh dalam Meningkat Kualitas Tumbuh Kembang Anak

Oleh: Husaini Mahdin Anwar
Ahli Peneliti Utama, DepKes

Kita sebagai orang-tua telah banyak berbuat kesalahan dan kekhilafan. Kesalahan kita yang paling besar adalah kita khilaf memenuhi kebutuhan anak kita. Kebutuhan lain seperti beli baju, sepeda, kendaraan, dan lain-lain dapat kita tunda, tetapi kebutuhan anak kita tidak bisa ditunda. Tulangnya sedang tumbuh, darahnya sedan terbentuk, dan otaknya sedang berkembang, kepadanya kita tidak bisa berkata besok, tetapi hari ini. Demikian bunyi tulisan Gabriela Mistral , seorang pujangga Chili yang telah memenangkan hadiah Nobel.

Keadaan sehat kita sekarang ditentukan oleh keadaan sehat kita sewaktu kecil, demikian ungkapan yang dikampanyekan oleh Unicef. Dan nasib anak kita dikemudian hari, ditentukan oleh ibu bagaimana ia memberi makanan bayinya sekarang. Pembelanjaan yang dikeluarkan untuk biaya anak sekarang sangat menentukan pencapaian kesejahteraan pada masa yang akan datang. Jadi investasi dalam bidang sumber daya manusia (SDM) ini merupakan investasi yang paling menguntungkan dibandingkan dengan investasi lainnya.

Untuk mengkaji bagaimana mempersiapkan anak-anak agar kelak mereka berkualitas lebih baik dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain dalam mengejar kemajuan, penulis menelaah dalam dua aspek: Aspek Gizi, dan Aspek Pengasuhan Anak, dalam tulisan berikut.

Aspek Gizi
Pengaruh Makanan terhadap Perkembangan Otak
Apabila makanan tidak cukup mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan, dan keadaan ini berlangsung lama, akan menyebabkan perubahan metabolisme dalam otak, berakibat terjadi ketidak-mampuan berfungsi normal. Pada keadaan yang lebih berat dan khronis, kekurangan gizi menyebabkan pertumbuhan badan terganggu, badan lebih kecil diikuti dengan ukuran otak yang juga kecil. Jumlah sel dalam otak berkurang dan terjadi ketidak-matangan dan ketidak-sempurnaan organisasi biokimia dalam otak. Keadaan ini berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan anak.

Ada dua jalan untuk menerangkan bagaimana Kurang Gizi berpengaruh terhadap perilaku dan kecerdasan anak. Jalan pertama adalah berupa efek langsung dari keadaan Kurang Gizi terhadap fungsi sistem neuron dari susunan pusat syaraf. Penelitian pada hewan telah dilakukan berdasarkan model ini, yang dilaksanakan pada periode perkembangan yang dianggap rentan terhadap pengaruh lingkungan. Suatu model penelitian yang paralel telah dilakukan pada bayi manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perilaku yang berbeda antara bayi yang anemi dan non anemi dalam fungsi neurotransmitter. Zat besi diketahui berperan sangat penting dalam metabolisme transmitter pada sistem susunan pusat syaraf.

Jalan kedua tentang pengaruh gizi terhadap kecerdasan adalah efek tidak langsung. Kurang Gizi menyebabkan isolasi diri, yaitu mempertahankan untuk tidak mengeluarkan energi yang bayak dengan mengurangi kegiatan interaksi sosial, aktivitas, perilaku eksploratori, perhatian, dan motivasi. Pada keadaan kurang energi dan protein (KEP), anak menjadi tidak aktif, apatis, pasif, dan tidak mampu berkonsentrasi. Akibatnya anak dalam melakukan kegiatan eksplorasi lingkungan fisik di sekitarnya hanya mampu sebentar saja dibandingkan dengan anak yang gizinya baik yang mampu melakukannya dalam waktu yang lebih lama. Akibatnya perkembangan kognitif terhambat, ditekan oleh mekanisme penurunan aktivitas pada keadaan Kurang Gizi.

Hasil-hasil penelitian di Jamaica, Nepal, dan West Bengal mengungkapkan bahwa anak-anak yang Kurang Gizi selalu mendekap dengan ibunya, dan lebih sedikit bermain dibandingkan dengan anak-anak yang gizinya baik. Para peneliti tersebut berkesimpulan bahwa dengan meningkatnya kontak badan antara ibu dan anak merefleksikan suatu perilaku keadaan kurang gizi yang menimbulkan rasa takut, curiga, dan tidak aktif.


Konsumsi Makanan dan Perkembangan Otak
Terdapat hubungan antara konsumsi makanan dan fungsi kognitif terutama dengan perilaku bermain pada bayi. Penelitian di Kenya dan Mesir melaporkan bahwa asupan makanan pada anak umur 18 sampai 30 bulan secara konsisten berhubungan dengan kegiatan bermain. Anak dengan status gizi yang lebih baik lebih mampu dan lebih aktif bermain.

Perilaku bermain (play behavior) yang terjadi pada anak di bawah umur dua tahun, terdiri dari empat tingkat bermain, yaitu: (1) object manipulation, (2) relational play, (3) functional play, dan (4) symbolic play. Teknik-teknik bermain ini merupakan manipulasi dari kemampuan eksplorasi yang spontan pada bayi terhadap lingkungannya.

Terdapat kesepakatan umum bahwa pada tahun pertama kehidupan, bayi mampu bermain object manipulation dan relational play. Object manipulation termasuk di antaranya adalah melambai, melempar, membanting, dan eksplorasi objek dengan jari, sedangkan contoh relational play adalah mengambil dua atau lebih objek dengan cara yang tidak fungsional dan membantingnya bersama-sama. Pada umur sekitar 12 bulan, bayi sudah dapat memainkan objek secara fungsional, misalnya mendekatkan botol susu ke mulut boneka, menaruh telepon-teleponan ke telinga, atau memaju-mundurkan mobil-mobilan di lantai. Pada umur 18-24 bulan, bayi mampu membedakan antara objek dan fungsi, sehingga pada umur ini anak sudah dapat bermain simbolik. Contoh symbolic play antara lain adalah berpura-pura meminumkan susu dalam botol ke mulut boneka sambil mulutnya berisik agar boneka itu bertambah nafsu minum, atau bermain dengan banyak mobil-mobilan di lantai sambil mulutnya menirukan bunyi mobil. Bayi atau anak yang tidak mampu bermain sesuai dengan umurnya, kemungkinan anak tersebut mengalami keterlambatan dalam perkembangan kognitifnya. Progres tingkat bermain merupakan refleksi dari tingkat bertambah matangnya perkembangan kognitif.

Gizi dan Perkembangan Motorik
Kekurangan gizi (seperti energi, protein, zat besi) menyebabkan berbagai keterbatasan, antara lain pertumbuhan mendatar, berat, dan tinggi badan menyimpang dari pertumbuhan normal, dan lain-lain, dapat diamati pada anak-anak yang Kurang Gizi. Keadaan Kurang Gizi juga berasosiasi dengan keterlambatan perkembangan motorik. Apabila keadaan Kurang Gizi diperbaiki dengan pemberian suplemen makan, maka perkembangan motorik akan bertambah baik. Keadaan ini dapat disimpulkan bahwa perkembangan motorik berhubungan erat dengan status gizi, dalam hal ini panjang badan terhadap umur dari pada berat badan terhadap umur. Hubungan antara status gizi, perkembangan motorik, dan perkembangan kognitif, telah dilukiskan dengan jelas pada publikasi sebelumnya, berdasarkan hasil penelitian yang telah kami lakukan terhadap bayi dan anak.

Asosiasi antara pertumbuhan badan dan perkembangan motorik kasar telah dilakukan terhadap 557 anak umur 3-18 tahun di daerah Jawa Barat. Perkembangan motorik dipresentasikan menurut umur dan milestone, kemudian dibandingkan dengan norma perkembangan Denver Development Screening Test. Ternyata status gizi merupakan predektor yang signifikan terhadap perkembangan motorik (seperti perkembangan terlambat atau tidak terlambat).

Berdasarkan keterangan di atas, dibuat grafik perkembangan motorik berdasarkan umur dan aktivitas. Dari umur 3 bulan sampai dengan umur 18 bulan, perkembangan motorik sangat cepat terjadi. Pada selang umur tersebut 18 milestone diamati, antara lain telentang, tengkurap, duduk dengan dibantu, duduk sendiri, gengsot, merayap, merangkak, berdiri dengan dibantu, berdiri dengan berpegangan, berdiri, berjalan dengan dibantu, berjalan dengan berpegangan, berjalan sendiri, lari, dan melompat. Pada umur 3 bulan, bayi sudah mampu telentang atau tengkurap, dan pada umur 18 bulan anak sudah dapat berjalan atau lari atau malah sudah bisa melompat. Dari data sebanyak 557 bayi dan anak umur 3 sampai 18 bulan yang diteliti ini, dikembangkan suatu grafik tentang perkembangan motorik bayi sebagai prediksi perkembangan kognitif, dan selanjutnya dapat dikembangkan menjadi suatu KMS tentang Kecerdasan bayi dan Anak.

Suplemen Makanan pada Usia Bayi
Pada tahun 1986, sebanyak 334 anak umur 6-60 bulan berpartisipasi di dalam penelitian yang memberikan suplemen makanan rata-rata 300-400 Kal per hari. Kami kembali meneliti anak yang sama delapan tahun kemudian yaitu tahun 1994, dan menemukan 232 anak (125 yang dahulu mendapat suplemen, dan 106 kontrol) dari 334 anak yang dahulu diteliti.

Penelitian ini dilakukan di enam Perkebunan Teh, Pengalengan, Jawa Barat. Orang-tua anak yang diteliti semuanya adalah pegawai perkebunan, tinggal di rumah-rumah bedeng di dalam area perkebunan. Semua anak-anak tersebut diasuh di 20 TPA. Di TPA ini anak-anak tersebut direkrut, diberi suplemen makan, dan dilakukan pengujian dan pemeriksaan.

Makanan suplemen yang diberikan berupa makanan kecil dibuat dari bahan makanan lokal dan dimasak menurut resep-resep makanan lokal. Bahan makanan tesebut terdiri dari beras, tepung beras, tepung gandum, roti, singkong, ubi jalar, kentang, santan, gula pasir, gula merah, dan minyak goreng. Setiap hari, kecuali hari Minggu anak-anak hadir di TPA, anak-anak mendapat suplemen, dan di 11 TPA lainnya anak-anak sebagai kelompok kontrol. Suplemen makanan berpengaruh nyata terhadap pertambahan berat badan dan perkembangan motor. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa suplemen makanan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan domain secara simultan.

Delapan tahun kemudian, tahun 1994 kami kembali, dan mendapat 231 anak dari 334 anak yang dahulu ikut-serta dalam penelitian. Pengukuran antropometri, hematologi dan uji kognitif dilakukan terhadap setiap anak.

Hasil analisis data mendemonstrasikan bahwa suplemen makanan selama tiga bulan pada waktu bayi berumur dari 18 bulan membawa keuntungan yang nyata terhadap kecerdasan anak sampai 8 tahun kemudian, yang sekarang mereka berumur + 9 tahun, sedangkan terhadap anak yang berumur lebih dari 18 bulan yang sekarang berumur antara 10-12 tahun, keuntungan tersebut tidak nyata.

Kami mempunyai dugaan, bahwa perkembangan neurologi sebelum berumur 18 bulan berhubungan erat dengan defisiensi gizi yang dapat bersifat permanen. Umur 18 bulan dari hasil penelitian ini, dapat merupakan batas atau cut off point. Hasil-hasil penelitian pada tikus menunjukkan bahwa gizi berkurang dapat berakibat defisit myelinisasi pada otak yang irreversibel. Pada tikus, masa-masa kritis terjadi pada saat umur 8-14 hari, dan berdasarkan periode puncak pertumbuhan maka pada manusia dapat terjadi pada usia 6-18 bulan.

Aspek Pengasuhan Anak
Praktik dan Arti Pengasuhan Anak
Peranan keluarga terutama ibu dalam mengasuh anak sangat menentukan tumbuh kembang anak. Suatu contoh klasik terjadi di Rusia tentang anak-anak yang berasal dari keluarga miskin yang ditampung di Panti Asuhan. Setiap petugas mengasuh rata-rata 20 anak yang berumur di bawah 3 tahun. Karena sangat sibuknya pengasuh, anak-anak jarang mendapat kasih sayang. Anak-anak jarang diajak berkomunikasi, dan harus diam. Anak yang diam adalah anak yang manis. Akhirnya anak menjadi anak yang pendiam, terlambat kemampuan berbahasa, terlambat perkembangan sosial dan motoriknya, dam mengalami gangguan pertumbuhan. Anak-anak tersebut kemudian diadopsi oleh keluarga-keluarga Kanada dan dibawa ke negerinya. Setelah satu tahun menetap di Kanada, pertambahan baik perkembangan anak tampak sangat nyata. Pertambahan baik ini tergantung kepada lamanya anak diasuh di Panti Asuhan sebelum diadopsi. Makin lama anak diasuh di panti makin persisten dan lambat perkembangannya, serta memerlukan waktu lebih lama untuk mengejar keterlambatan dalam hal sosialisasi dan berbahasa dibandingkan dengan anak yang tumbuh normal. Dari hasil pengamatan ini tampak bahwa pengasuhan, kesehatan, dan makanan pada tahun pertama kehidupan sangat krusial untuk perkembangan anak.

Pengasuhan anak didefinisikan sebagai perilaku yang diparktikan oleh pengasuh (ibu, bapak, nenek, atau orang lain) dalam memberikan makanan, pemeliharaan kesehatan, memberikan stimuli serta dukungan emosional yang dibutuhkan anak untuk tumbuh-kembang. Juga termasuk di dalamnya tentang kasih sayang dan tanggung-jawab orang-tua.

Pengasuhan yang baik sangat penting untuk dapat menjamin tumbuh-kembang anak yang optimal. Misalnya pada keluarga miskin, yang ketersediaan pangan di rumah tangga belum tentu mencukupi, namun ibu yang tahu bagaimana mengasuh anaknya, dapat memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk dapat menjamin tumbuh-kembang anak yang optimal. Sebagai contoh, menyusui anak adalah praktik memberikan makanan, kesehatan, dan pengasuhan yang terjadi bersamaan. Perilaku ibu seperti cara memelihara kebersihan rumah, higiene makanan, kebersihan perorangan, dan praktik psikososial adalah faktor-faktor penting yang berpengaruh terhadap proses tumbuh-kembang anak. Demikian pula faktor lingkungan seperti ketersediaan air bersih di dalam rumah, bahan pangan yang tersedia untuk makanan sehari-hari, dan pengetahuan ibu atau pengasuh lainnya. Latar belakang pendidikan ibu, serta keadaan kesehatan fisik dan mental, dan kemampuan ibu mempraktikan pengetahuan yang dipunyainya dalam kehidupan sehari-hari, serta hubungan emosional anggotan keluarga lainnya, tetangga dan masyarakat, semuanya berakumulasi dalam membentuk kualitas tumbuh kembang anak.

Praktik pengasuhan dan sumber-sumbernya berbeda antar daerah karena perbedaan budaya, dan bahkan antar keluarga pada daerah atau budaya yang sama. Namun kebutuhan anak terhadap makanan, kesehatan, perlindungan dan kasih sayang adalah universal. Perubahan di dalam keluarga dapat terjadi karena urbanisasi, peningkatan peranan wanita dalam ekonomi keluarga, dan pendidikan yang lebih tinggi, yang semuanya berakibat meningkat kebutuhan akan perubahan dan adaptasi dalam praktik pengasuhan anak.

Respon terhadap Isyarat dan Perkembangan Fisik
Salah satu respon adalah bagaimana ibu atau pengasuh membaca atau memahami tanda-tanda dan kebutuhan anak, menejermahkannya secara hati-hati, dan meresponnya secara cepat, benar, dan konsisten. Salah satu contoh anak menangis karena sesuatu sebab. Jika ibu tidak ada waktu meresponnya atau salah menginterpretasikan sebab-sebab anak menangis, maka ibu akan kehilangan kesempatan memberi makanan anak jika anak itu menangis karena lapar. Respon ibu terhadap isyarat anak dapat pula membuat anak cepat berbahasa. Ibu perlu berbicara kepada anaknya dalam bahasa yang sangat sederhana walaupun akan belum cukup pandai berkata-kata, dan memberikan respon terhadap suara anak walaupun suara itu belum ada artinya. Hal ini dimaksudkan agar anak cepat mempunyai kemampuan berbicara.

Kemampuan dan sensitivitas orang-tua menginterpretasikan isyarat-isyarat anak, memudahkan tumbuh-kembang anak mencapai derajat optimal. Sensitivitas adalah kemampuan menerima dan menginterpretasikan isyarat-isyarat atau sinyal-sinyal dari anak, dan meresponnya segera secara benar. Oleh karena itu orang-tua dituntut mampu memberi bimbingan kepada anaknya pada daerah anak mampu melakukannya.

Supaya orang-tua mampu melakukan fungsinya dengan baik, maka perlu orang-tua memahami tingkatan perkembangan anak, menilai pertumbuhan atau perkembangan anaknya, dan mempunyai motivasi yang kuat untuk memajukan tumbuh-kembang anak.

Interaksi Ibu dan Anak
Salah satu faktor dalam tubuh-kembang anak adalah pengasuhan yang memahami kebutuhan anak. Anak membutuhkan interaksi positif dengan ibunya atau pengasuhnya. Pengaruh budaya yang mendukung interaksi antara ibu dan anak perlu dilestarikan. Perilaku eksplorasi dan learning melalui interaksi ini perlu dicermati, dan anak membutuhkan dorongan dari orang-tua untuk mengembangkan kemampuannya. Anak-anak yang mendapat stimulasi verbal dan dorongan kognitif menunjukan pertumbuhan badannya lebih cepat dan anak pada klelompok kontrol yang tidak diberi stimuli.

Efek Psikososial terhadap Perkembangan Anak
Beberapa informasi mutkahir menunjukkan bahwa intervensi psikososial meningkatkan perkembangan kognitif anak. Program untuk memperbaiki dorongan psikososial melalui pendidikan orang-tua tentang interaksi orang-tua dan anak melalui kegiatan kunjungan rumah telah dapat menurunkan angka berat bayi lahir rendah, prematur, dam kurang gizi pada anak balita. Contoh lainnya adalah pengasuhan anak di TPA oleh pengasuh yang mendapat pelatihan menunjukkan rata-rata IQ anak yang diasuh lebih tinggi daripada rat-arata IQ anak yang diasuh oleh pengasuh yang tidak dilatih.

Penelitian lainnya membuktikan bahwa perubahan pola asuh psikososial telah meningkatkan derajat pertumbuhan anak. Penelitian di Bogota, Columbia membuktikan bahwa anak-anak yang menderita Kurang Gizi, dikunjugi rumahnya setiap minggu selama 6 bulan oleh kader desa, ternyata pertumbuhan pada umur 3 tahun, lebih tinggi daripada yang tidak dikunjugi. Mekanismenya dapat diterangkan sebagai berikut. Dengan dikunjungi rumahnya, ibu-ibu menjadi lebih memahami kebutuhan anak dan memberi makan pada saat anak sedang lapar. Didapatkan juga bahwa ibu-ibu yang memahami tentang kebutuhan untuk perkembangan kognitif anak, anak-anaknya lebih pintar daripada ibu yang lalai dalam pengasuhan anaknya.

Keutamaan Pengasuhan dalam Program Intervensi
Suatu sistem pelayanan kesehatan yang baru dengan strategi baru yang tidak hanya mementingkan pelayan medis untuk mengobati sakit, tetapi memberikan pelayan informasi berdasarkan kepercayaan dan terminologi kesehatan dari ibu atau pengasuh lainnya, akan lebih efektif menolong mengatasi masalah kesehatan dan tumbuh-kembang anak. Seperti halnya tentang pemberian makanan tambahan tidak hanya bertujuan meningkatkan berat badan tetapi yang utama adalah meningkatkan perilaku sehat memberi makan termasuk frekuensi, respon terhadap rasa lapar, dan situasi pada waktu makan.

Program peningkatan penghasilan harus pula disertai dengan peubahan pola asuh di dalam keluarga, misalnya praktik memberi makan bayi, kebersihan di dalam rumah, dan peranan wanita sehari-hari di dalam rumah tangga. Program keluarga berencana membuat ibu-ibu lebih jarang melahirkan anak sehingga lebih banyak waktu tersedia untuk kegiatan-kegiatan lain. Mendidik ibu-ibu agar lebih respinsif terhadap perkembangan anaknya akan meningkatkan konsumsi sehingga dapat meningkatkan perkembangan anak dalam berbahasa. Demikian pula meningkatnya kegiatan bapak-bapak dalam rumah tangga, akan pula merupakan suatu kontribusi yang nyata

Terdapat hubungan yang erat antara pertumbuhan fisik dengan perkembangan mental anak teruitama pada usia di bawah satu tahun. Seorang nak yang berstatus Gizi Baik dan sehat akan merespon perubahan lingkungan lebih efektif dan selanjutnya mempercepat perkembangan mental anak. Program yang dilaksanakan yang merupakan kombinasi berbagai aktivitas seperti gizi, kesehatan, dan stimuli akan berdampak lebih signifikan terhadap perkembangan anak daripada kegiatan yang berjalan sendiri-sendiri.

Kunjungan rumah perlu dilaksanakan pada keluarga yang mempunyai bayi berat Bayi Lahir Rendah dan pada keluarga yang mempunyai anak Kurang Gizi. Hasil penelitian di Amerika Serikat, Vietnam, dan Haiti menunjukkan IQ anak bertambah tinggi dan status gizi bertambah baik. Dengan adanya kunjungan rumah, ibu dan bapak termotivasi untuk mempraktikan pesan-pesan yang diperolehnya untuk dipraktikkan sendiri di rumah masing-masing, meningkat kualitas psikososial dalam pengasuhan anak.

Dengan kunjungan rumah, peran bapak-bapak juga ditingkatkan, misalnya membantu ibu mengasuh anak di rumah, membeli makan untuk, mempercayakan uang belanja kepada istri, dan meningkat dukungan sosial terhadap wanita.

Praktik Meberi Makan bayi
Bayi yang berumur di atas 6 bulan, sudah mulai mendapat makanan tambahan selain ASI. Topik yang sering dibicarakan dari dulu sampai sekarang adalah bahwa bayi harus mendapat cukup makan dalam arti kuantitas dan kualitas. Tetapi satu lagi yang sama pentingnya yang sering terlupakan adalah bagaimana memberikan makanan kepada bayi. Atau dengan kata lain perilaku atau kebiasaan memberi makan bayi mempengaruhi asupan zat-zat gizi untuk bayi. Perilaku tersebut antara lain, bagaimana membujuk anak makan, menciptakan situasi nyaman, perilaku yang ramah terhadap anak, menghindari pertengkaran sewaktu makan, membiasakan waktu makan yang teratur, memberikan perlindungan kepada anak, memberi makan setiap kali anak meras lapar, dan memantau banyaknya makan yang dihabiskan oleh anak.

Ibu yang dapat membimbing anak tentang cara makan yang sehat dan makanan yang bergizi akan meningkatkan gizi anak. Banyaknya porsi yang dapat dihabiskan anak tergantung pada bagaiman ibu atau pengasuhan memberi makan kepada anak.

Budaya juga mempengaruhi bagaimana cara kita memberi makan kepada anak. Ada budaya yang mengharuskan ibu mengontrol anak makan atau sering memaksa anak makan. Cara ini kurang baik, karena dapat membuat anak takut makan atau sebaliknya makan rakus sehingga kegemukan. Ekstrem lainnya dapat terjadi bila ibu tidak acuh terhadap makanan anaknya. Sikap pasif dari ibu ini dapat berakibat anak tidak senang makan, atau tidak cukup makanan yang dimakan, atau anak menolak makan.

Situasi makan dapat berpengaruh terhadap kebiasaan makan. Ada anak yang diberi makan secara teratur setiap hari, makan pada tempat yang nyaman, dan anak makan dengan tertib. Sebaliknya ada pula anak yang diberi makan semaunya, sambil jalan-jalan, sambil bermain-main, dan tergantung kepada konveniensi ibu atau pengasuh. Akibatnya anak akan terbiasa sulit makan, berhamburan, atau bersisa banyak.

Kesimpulan
Peranan gizi dan pola asuh terhadap kualitas tumbuh-kembang anak terbukti sangat signifikan. Pada anak yang kurang gizi pada tingkat tertentu menyebabkan berat otak, jumlah sel, ukuran besar sel, dan zat-zat biokimia lainnya lebih rendah daripada anak yang normal. Makin muda usia anak yang menderita kurang gizi makin berat akibat yang ditimbulkannya.

Keadaan akan menjadi lebih berat lagi, apabila kurang gizi dimulai sejak dalam kandungan.kemunduran mental yang diakibatkan oleh keadaan kurang gizi yang berat, dapat bersifat permanen. Tetapi pada keadaan kurang gizi yang ringan maupun sedang, kemunduran mental dapat dipulihkan sejalan dengan bertambah baiknya keadaan gizi dan lingkungan tempat anak dibesarkan.

Hasil penelitian mutakhir menunjukkan bahwa pemberian makanan suplemen sewaktu bayi memberikan dampak positif terhadap perkembangan kecerdasan anak sampai usia sekolah. Bahan pangan lokal dengan resipe makanan setempat yang diberikan kepada bayi dan anak usia muda meningkatkan kecerdasan anak. Usia di bawah 18 bulan merupakan masa perkembangan otak yang cepat, sehingga pada periode kritis itu peranan gizi sangat signifikan terhadap kecerdasan anak pada saat sekarang, dan pada waktu yang akan datang.

Pengasuhan anak dalam hal perilaku yang praktikan oleh pengasuh (ibu, bapak, nenek, atau orang lain) dalam memberikan makanan, pemeliharaan kesehatan, memberikan stimuli serta dukungan emosional dan kasih sayang memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan intelektual anak.

Penyuluhan gizi-kesehatan yang efekti meningkatkan perilaku memberi makan bayi dengan makanan bergizi disertai dengan peningkatan kemampuan ibu dalam mengasuh anaknya perlu diutamakan di dalam program pembangunan kesehatan. Karena itu suatu sistem pelayanan kesehatan yang baru dengan strategi baru yang tidak hanya mementingkan pelayanan medis saja, tetapi juga memberikan pelayanan informasi yang efektif meningkatkan perilaku sehat adalah penting untuk diterapkan dalam upaya menuju kualitas sumber daya manusia yang lebih baik. (anak.i2)

Desentralisasi Kesehatan

Desentralisasi merupakan isu utama dalam reformasi kesehatan di negara-negara berkembang selama dua dekade terakhir ini. Konsep ini sebenarnya telah banyak diajukan oleh para pengamat dan praktisi sebagai salah satu bentuk dari reformasi untuk mencapai kesetaraan serta peningkatan kinerja dalam sektor pelayanan publik, termasuk juga sektor kesehatan (World Bank, 1995). Desentralisasi kesehatan sebenarnya merupakan bagian dari desentralisasi politis dan ekonomi yang lebih luas, dan jarang berdiri sendiri.

Desentralisasi merupakan fenomena yang kompleks dan sulit didefinisikan. Definisinya bersifat kontekstual karena tergantung pada konteks historis, institusional, serta politis di masing-masing negara. Namun, secara umum desentralisasi dapat didefinisikan sebagai pemindahan tanggung jawab dalam perencanaan, pengambilan keputusan, pembangkitan serta pemanfaatan sumber daya serta kewenangan administratif dari pemerintah pusat ke: 1) unitunit teritorial dari pemerintah pusat atau kementerian, 2) tingkat pemerintahan yang lebih rendah, 3) organisasi semi otonom, 4) badan otoritas regional, 5) organisasi nonpemerintah atau organisasi yang bersifat sukarela (Rondinelli 1983 cit Omar, 2001)1. Mills dkk (1990)2 menyebutkan bahwa secara umum desentralisasi merupakan transfer kewenangan dan kekuasaan dari tingkat pemerintahan yang tinggi ke tingkat yang lebih rendah dalam satu hierarki olitisadministratif atau teritorial.

(Download Dokumen lengkapnya : KLIK BOHKASIM)

Template by - Abdul Munir