Tuesday, June 16, 2009

KAITAN STATUS GIZI DENGAN PERILAKU DAN KECERDASAN ANAK

documen lengkap (klik bohkasim)

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan melalui pelayanan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifactor, oleh karena pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai factor terkait (Supriasa, 2001).

Masalah gizi disebabkan oleh 2 faktor utama yaitu asupan gizi yang rendah dan penyakit infeksi. Asupan gizi dipengaruhi oleh ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga, selain itu asupan gizi juga bisa diSebabkan oleh pola asuh yang tidak tepat sehingga anak mendapatkan asupan gizi yang rendah akibatnya anak akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Factor lain yang juga sangat berpengaruh adalah lingkungan dan pelayanan kesehatan (Rachmi Untoro, 2004).

Keadaan gizi Seseorang merupakan gambaran apa yang dikonsumsinya dalam jangka waktu yang lama. Kekurangan salah satu zat gizi dapat menimbulkan konsekuensi berupa penyakit defisiensi, misalnya penyakit beri-beri karena kekurangan vitamin B1 ataupun kebutaan karena kekurangan vitamin A. Konsumsi suatu zat gizi yang berlebihan juga dapat membahayakan kesehatan misalnya kosumsi energi dan protein yang berlebihan akan menimbulkan kegemukan sehingga tubuh lebih rentan terhadap penyakit berupa kelainan kardiovaskuler. Karena itu untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal mutlak diperlukan sejumlah zat gizi yang harus didapatkan dari makanan dalam jumlah yang sesuai dengan yang dianjurkan setiap harinya (Karyadi dan Muhilal, 1992).

Adanya pola konsumsi makan yang kurang baik akan mengakibatkan gangguan pada tubuh yang menyebabkan tubuh kurang gizi sehingga dapat menyebabkan timbulnya gangguan fungsional yaitu: menurunnya kecerdasan, menurunnya produktivitas kerja, naiknya
frekuensi terkena penyakit dan meningkatnya kesakitan dan kematian.

Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai akibat kurang gizi pada anak terhadap perilaku dan kecerdasan anak tersebut.

I.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari penuliSan makalah ini yaitu mengetahui akibat kurang gizi pada anak terhadap perilaku dan kecerdasan anak terSebut Sehingga dapat berguna untuk kita dalam menjaga dan meningkatkan kualitas tumbuh kembang anak.

BAB II
PEMBAHASAN

Status Gizi
Status gizi (manutrition status) merupakan suau gambaran keadaan keseimbangan anatara intake dengan kebutuhan zat-zat gizi untuk proses tumbuh kembang. Ketidakseimbangan antara intake dengan kebutuhan zat-zat gizi akan mengakibatkan terganggunya proses metabolisme dalam tubuh yang Selanjutnya berdampak pada proses pertumbuhan fisik maupun non fisik. Gambaran nyata dari akibat ketidakseimbangan intake dengan kebutuhan akan zat-zat gizi akan terlihat pada pertumbuhan fisik yaitu dengan memperhatikan tinggi badan, berat badan, dan ukuran tubuh lainnya (Jalal dan Soekirman, 1990).

Gizi buruk adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai, yang merupakan bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. gizi buruk yang umumnya dipengaruhi oleh faktor antara lain anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang dan anak tidak mendapat asuhan gizi yang memadai.

First Informal Consultasion on Grwoth Of Children (UNICEF, 1998), menyepakati bahwa pertumbuhan anak merupakan indikator kunci dalam kesehatan dan perkembangan anak sehingga dapat menggambarkan bagaimana Suatu masyarakat akan melaksanakan pembangunan. Jika pertumbuhan anak merupakan indikator penting, maka perhatian khusus lebih diarahkan pada bagaimana agar anak tetap berada pada garis pertumbuhan yang optimal sehingga SDM yang berkualitas dapat tercapai. SDM berkualitas sebagai salah satu modal dasar pembangunan karena dimensinya yang begitu kompleks dan salah satu yang paling mendasar adalah faktor gizi masyarakat yang tercermin oleh keadaan gizi individu. Selain itu, kualitas SDM dapat ditentukan oleh pembinaan kesehatan dan konsumsi pangan (Wahidah, 2004).

Pertumbuhan otak seorang anak sangat ditentukan pada masa awal ( baduta). Apabila anak pada usia ini tersebut mengalami kurang gizi, maka dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan otak yang selanjutnya mempengaruhi kulitas dan tingkat kecerdasannya (Wahidah, 2004).

Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam ukuran fiSik seseorang sedangkan perkembangan berkaitan dengan kematangan dan penambahan kemampuan skill fungsi organ atau individu. proseS tumbuh kembang seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang saling terkait yaitu faktor genetik/keturunan, lingkungan bio-fisIko-psiko-sosial dan perilaku. Proses ini bersifat individual dan unik sehingga memberikan hasil akhir yang berbeda dan ciri tersendiri pada setiap anak (www.tumbuhkembanganak.com).

Penilaian terhadap pertumbuhan seorang anak dapat dinilai melalui pertambahan berat dan tinggi badan. Perkembangan yang optimal sangat dipengaruhi oleh peranan lingkungan dan interaksi anak dan orang tua/orang dewasa lainnya. Interaksi sosIal diuSahakan Sesuai dengan kebutuhan anak pada berbagai tahap perkembangan bahkan sejak dalam kandungan. Salah satu kebutuhan dasar seorang anak adalah ASUH yakni menyangkut asupan gizi anak selama dalam kandungan dan sesudahnya, kebutuhan akan tempat tinggal, perawatn kesehatan dini berupa imunisasi, intervensi dini akan timbulnya gejala penyakit (www.tumbuhkembanganak.com)

Anak dalam usia tumbuh kembang memerlukan makanan berkualitas dan asupan gizi memadai. Pakar gizi masyarakan Elvina Karyadi mengatakan makanan untuk anak Sebaiknya memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi. Karbohidrat, protein, vitamin, mineral dan lemak haruS diberikan dalam jumlah Seimbang. Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang, kebiasaan makan dan selera makan anak. Makanan akan menjadi sUmber tenaga dan zat pengatur yang berguna untuk pembentukan, pertumbuhan, dan pemeliharaan sel-sel tubuh. Pada anak-anak yang Sedang dalam masa pertumbuhan, protein memegang peranan penting untuk mencapai pertumbuhan optimal (Lia B, 2007).

Dalam mengkonsumsi pangan, anak sangat tergantung pada konsumsi pangan keluarga/kebiasaan konsumsi pangan keluarga. Kekurangan konsUmsi pangan di tingkat keluarga akan menurunkan aSupan gizi anak baduta dan ini ditandai dengan menurunnya kemampuan fisIk, terganggunya pertumbuhan, perkembangan, dan kemampuan berpikir Serta adanya angka kesakitan dan kematian yang tinggi. konsumSi makan seorang anak harus memenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan yaitu zat gizi eSensial dalam jumlah yang cukup yang mengandung zat tenaga, pembangun, dna pengatur (Wahidah, 2004).

Kejadian gizi buruk akibat kekurangan gizi yang kronik dan tidak ditanggulangi Secara tepat, artinya, Seorang anak yang mengalami gizi kurang dalam waktu yang lama dan tidak mendapat pertolongan yang cepat dan tepat akan jatuh pada Status gizi buruk. Kekurangan gizi mengarah kepada kematian dan ketidakmampuan anak dalam skala luar serta memiliki implikasi yang lebih besar yang dapat menganggu perkembangan mental dan fisik (Aminuddin, 2006).

Pengaruh Makanan Terhadap Perkembangan Otak
Apabila makanan tidak cukup mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan, dan keadaan ini berlangsung lama, akan menyebabkan perubahan metabolisme dalam otak, yang berakibat terjadinya ketidak-mampuan otak berfungsi dengan normal. Pada keadaan yang lebih berat dan kronis, kekurangan gizi menyebabkan pertumbuhan badan terganggu, badan lebih kecil diikuti dengan ukuran otak yang juga kecil. Jumlah sel dalam otak berkurang dan terjadi ketidak-matangan dan ketidak-sempurnaan organisasi biokimia dalam otak. Keadaan ini berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan anak (Anwar, 2008).

Kebutuhan gizi dibagi atas dua bagian, yaitu kebutuhan zat-zat gizi makro, seperti energi, protein, dan lemak, serta kebutuhan zat gizi mikro, yakni vitamin dan mineral. Zat gizi makro berfungsi pada proses metabolisme otak dan peningkatan efisiensi proses rangsangan otak, sehingga kekurangan gizi makro menyebabkan terganggunya asupan makanan ke otak dan terganggunya proses metabolisme otak (Yahdillah, 2009).

Kekurangan asupan protein-energi pada ibu hamil muda di bawah 24 minggu, akan menyebabkan jumlah sel-sel otak anaknya berkurang dan kekurangan asupan ini pada akhir kehamilan menyebabkan ukuran sel syaraf anaknya menjadi kecil.
Energi sangat dibutuhkan otak. Selain untuk membantu proses pertumbuhan dan perkembangan otak, energi diperlukan untuk metabolisme sel-sel syaraf. Demikian juga lemak yang sangat dibutuhkan dalam perkembangan otak, di mana lebih dari 60 persen berat otak adalah lemak.

Sedangkan zat gizi mikro seperti iodium, asam folat, zat besi, seng, tembaga, vitamin, dan cholin, diperlukan dalam pertumbuhan otak.

Asam folat berfungsi untuk pembentukan tabung syaraf, zat besi untuk pembentukan mielin, monoamin, dan mendukung metabolisme energi di sel syaraf dan sel glia, seng diperlukan untuk pembentukan DNA, tembaga untuk metabolisme energi sel syaraf dan sel glia, dan cholin untuk membentuk neurotransmitter, metilasi DNA, dan pembentukan mielin, urainya.

Sedangkan Vitamin D berperan pada kemampuan daya ingat, kontrol motorik, dan keseimbangan emosi. Vitamin A untuk pembentukan struktur sel syaraf, vitamin E berfungsi dalam proteksi dari membran sel-sel syaraf, vitamin B6 dan B12 untuk pembentukan neurotransmitter, vitamin C berfungsi sebagai antioksidan, dan vitamin B1 memproduksi energi.

Ada 2 cara untuk menerangkan bagaimana kurang gizi berpangaruh terhadap perilaku dan kecerdasan anak yaitu :
1. Efek langsung dari keadaan kurang gizi terhadap fungsi sistem neuron dari susunan pusat Saraf. Suatu model penelitian yang paralel telah dilakukan pada bayi manusia. hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perilaku yang berbeda antara bayi yang anemia dan non-anemia dalam fungsi neurotransmitter. Zat besi diketahui berperan Sangat penting dalam metabolisme transmitter pada sistem susunan pusat saraf.
2. Efek tidak langsung, yaitu kurang gizi menyebabkan isolasi diri, yaitu mempertahankan untuk tidak mengeluarkan energi yang banyak dengan mengurangi kegiatan interaksi sosial, aktivitas, perilaku eksploratori, perhatian dan motivasi.
Hal itu dapat terlihat pada anak yang mengalami KEP (kurang energi dan protein), anak menjadi tidak aktif, apatis, pasif, dan tidak mampu berkonSentrasi. Akibatnya anak dalam melakukan kegiatan eksploraSi lingkungan fisIk disekitarnya hanya mampu sebentar saja dibandingkan dengan anak yang gizi baik yang mampu melakukannya dalam waktu yang lebih lama. Akibatnya perkembangan kognitifnya terhambat, ditekan oleh mekanisme penurunan aktivitas pada keadaa kurang gizi.

Hasil-hasil penelitian di Jamaica, Nepal, dan West Bengal mengungkapkan bahwa anak-anak yang kurang gizi Selalu mendekap dengan ibunya, dan lebih sedikit bermain dibandingkan dengn anak-anak yang gizinya baik. Para peneliti tersebut berkesimpulan bahwa dengan meningkatnya kontak badan antara ibu dan anak merefleksikan suatu perilaku keadaan kurang gizi yang menimbulkan rasa takut, curiga, dan tidak aktif.

Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Jika kondisi gizi buruk terjadi pada masa golden period perkembangan otak ( 0 - 3 tahun), dapat dibayangkan jika otak tidak dapat berkembang sebagaimana anak yang sehat, dan kondisi ini akan irreversible ( sulit untuk dapat pulih kembali).

Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi vital karena otak adalah salah satu ‘aset’ yang vital bagi anak untuk dapat menjadi manusia yang berkualitas dikemudian hari. Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi akademik di sekolah. Kurang Gizi berpotensi menjadi penyebab kemiskinan melalui rendahnya kualitas sumber daya manusia dan produktivitas. Tidak heran jika gizi buruk yang tidak dikelola dengan baik, pada fase akutnya akan mengancam jiwa dan pada jangka panjang akan menjadi ancaman hilangnya sebuah generasi penerus bangsa.

BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas mengenai Status gizi dengan perilaku dan kecerdasan anak yang mengalami malnutrisi dapat disimpulkan beberapa hal yaitu :
1. Kebutuhan zat-zat gizi makro dan mikro sangat penting untuk proses metabolisme dan pertumbuhan otak bagi anak dalam masa pertumbuhan.
2. Efek psikologi anak yang Gizi buruk yaitu penurunan rasa percaya diri dan isolasi diri, yaitu mempertahankan untuk tidak mengeluarkan energi yang banyak dengan mengurangi kegiatan interaksi sosial, aktivitas, perilaku eksploratori, perhatian dan motivasi
3. Terdapat perbedaan perilaku anak yang gizi kurang dengan anak yang gizinya baik.

III.2 Saran
Adapun saran penulis berkaitan dengan isi makalah ini yaitu: agar kiranya perhatian orang tua memenuhi kebutuhan dasar anaknya agar memiliki status gizi yang baik dan tumbuh kembangnya berkualitas.


DAFTAR PUSTAKA

Anwar Mahdin Husaini, 2008. Peranan Gizi dan Pola Asuh dalam Meningkatkan Kualitas Tumbuh Kembang Anak. www.klikbo.co.cc

Aminuddin dkk, 2006. Gambaran Status Gizi Balita di Kel. Maccini Baji Kec. Lau Kab. Maros. The Indonesian Journal Of Public Health. Makassar

Dr. Lia B, 2007. Makanan Berkualitas Untuk Tumbuh Kembang Anak. Jakarta

Jalal, Fasli dan Soekirman, 1990. Pemanfataan Antropometri sebagai Indikator Sosial Budaya, Gizi Indonesia. Vol. VX No.2

Karyadi, Darwin dan Muhilal, 1996, Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Siti Wahidah, 2004. Ketahanan Pangan Rumah Tangga, Pola Pengasuhan, Konsumsi Zat Gizi dan Pertumbuhan anak Baduta Keluarga Nelayan di Kel. Labuhan Kec. Medan Marelan Kota Medan.

Supriasa dkk., 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utamam. Jakarta.

Yahdillah, 2009. IQ Turun Karena Gizi Buruk. http://www.ilmupsikologi.com/?p=460


www.tumbuhkembanganak.com

Monday, June 15, 2009

Diet Diabetes Melitus

Dr.Luciana B. Soetanto, SpGK
RS MITRA KEMAYORAN

Tujuan
Menyesuaikan makanan dengan kesanggupan, tubuh untuk menggunakannya, sehingga membantu Anda :
• Menurunkan kadar gula darah mendekati normal
• Menurunkan gula dalam urine menjadi negative
• Mencapai berat badan normal/ideal
Syarat Diet DM
1. Kebutuhan kalori disesuaikan dengan kelainan metabolik, umur, berat badan, tinggi badan, dan aktivitas tubuh.
2. Jumlah hidrat arang disesuaikan dengan kesanggupan tubuh dalam menggunakan tubuh dalam menggunakannya.
3. Cukup protein, mineral, vitamin didalam makanan

Bahan Makanan Yang Harus Di Batasi
Sumber hidrat arang kompleks seperti nasi, lontong, roti, ubi, singkong, mie, bihun, macaroni dan makanan lain yang dibuat dari tepung-tepungan.

Bahan Makanan Yang Harus Di hindari
Gula murni dan makanan yang diolah dengan gula murni, seperti gula pasir, gula jawa, gula-gula dodol, coklat, jam, madu, sirup, coca-cola, susu kental manis, es krim, kue-kue manis, coke, tarcis, buah dalam kaleng, dendeng, abon, kecap, dan lain-lain.

TIPS
o Pengaturan makan atau diet bagi penderita DM merupakan salah satu upaya terpenting dalam mempertahankan kadar glukosa darah, kami anjurkan Anda konsultasi dengan dokter/ahli gizi tentang hal ini
o Gunakan daftar makanan penukar sehingga Anda dapat memilih bahan makanan yang disukai dengan menu keluarga.
o Pada awal terapi atau kadar glukosa belum terkontrol dianjurkan menimbang makanan sesuai petunjuk dokter/ahli gizi. Bila kadar glukosa sudah terkontrol, Anda dapat makan dari menu keluarga, asal jumlah makanan ditakar ( menggunakan ukuran rumah tangga ).
o Gunakan prinsip 3 J
a. Tepat Jumlah bahan makanan
b. Tepat Jadwal Makan
c. Tepat Jenis bahan makanan
o Imbangi dengan olahraga 30 menit/hari
KANDUNGAN KOLESTEROL DARI PER 100 Gr MAKANAN
No Nama makanan per 100 gr Kolesterol
( mg ) Kategori
1 Putih telur ayam 0 Sehat
2 Teripang ( haisom ) 0 Sehat
3 Ubur-ubur 0 Sehat
4 Susu sapi non fat 0 Sehat
5 Daging ayam pilihan tanpa kulit 50 Sehat
6 Daging bebek pilihan tanpa kulit 50 Sehat
7 Ikan sungai biasa 55 Sehat
8 Daging sapi pilihan tanpa lemak 60 Sehat
9 Daging babi pilihan tanpa kulit 60 Sehat
10 Daging kelinci 65 Sehat
11 Daging kambing tanpa lemak 70 Sehat
12 Ikan ekor kuning 85 Sehat
13 Daging asap (ham) 98 Sekali-Sekali
14 Iga sapi 100 Sekali-sekali
15 Iga babi 105 Sekali-sekali
16 Daging sapi 105 Sekali-sekali
17 Burung dara 110 Sekali-sekali
18 Ikan bawal 120 Sekali-sekali
19 Daging sapi berlemak 125 Sekali-sekali
20 Gajih sapi 130 Hati-hati
21 Gajih kambing 130 Hati-hati
22 Daging babi berlemak 130 Hati-hati
23 Keju 140 Hati-hati
24 Sosis daging 150 Hati-hati
25 Kepiting 150 Hati-hati
26 Udang 160 Hati-hati
27 Kerang / seafood 160 Hati-hati
28 Belut 185 Hati-hati
29 Santan kelapa 185 Berbahaya
30 Gajih babi 200 Berbahaya
31 Susu sapi 250 Berbahaya
32 Susu sapi krim 280 Berbahaya
33 Coklat /cacao 290 Berbahaya
34 Mentega / margarine 300 Berbahaya
35 Jeroan sapi 380 Berbahaya
36 Jeroan babi 420 Berbahaya
37 Kerang putih / remis / tiram 450 Berbahaya
38 Telur ayam 500 Berbahaya
39 Jeroan kambing 610 Berbahaya
40 Cumi-cumi 1170 Pantang
41 Kuning telur ayam 2000 Pantang
42 Otak sapi 2300 Pantang
43 Otak babi 3100 Pantang
44 Telur burung puyuh 3640 Pantang
o Kolesterol normal dalam darah : 160 - 200 mg
o Kolesterol tinggi mengakibatkan penyakit mendadak seperti hipertensi, jantung, stroke dan kematian.

Wednesday, June 10, 2009

FERMENTASI KEJU

BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Mikrobiologi merupakan cabang ilmu biologi yang mempelajari mikroorganisme yang terdapat di alam, dan salah satu pemanfataan ilmu mikrobiologi adalah dalam bidang pangan misalnya melakukan fermentasi makanan. Ahli Kimia Perancis, Louis Pasteur adalah seorang zymologist pertama ketika di tahun 1857 mengkaitkan ragi dengan fermentasi. Ia mendefinisikan fermentasi sebagai "respirasi (pernafasan) tanpa udara"1.

Pembuatan tempe dan tape (baik tape ketan maupun tape singkong atau peuyeum) adalah proses fermentasi yang sangat dikenal di Indonesia. Proses fermentasi menghasilkan senyawa-senyawa yang sangat berguna, mulai dari makanan sampai obat-obatan. Kemudian salah satu produk makanan yang juga hasil dari fermentasi adalah keju. Keju (diambil dari bahasa Portugis queijo) adalah makanan padat yang dibuat dari susu sapi, kambing, domba, dan mamalia lainnya. Keju dibentuk dari susu dengan menghilangkan kandungan airnya dengan menggunakan kombinasi rennet dan pengasaman.
Keju roquefort, yang berwarna biru khas sehingga disebut keju biru dimana dalam proses pembuatan keju ini ditambahkan dengan jamur kapang Penicilin roqueforti.

1.2Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :
Bagaimana peranan jamur kapang Penicilin roqueforti dalam fermentasi keju biru.

1.3Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah untuk mengetahui peranan jamur kapang Penicilin roqueforti dalam fermentasi keju biru.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KEJU
Keju berasal dari kata Inggris kuno yaitu cese dan chiese, atau dari bahasa latin caseus2. Keju terbuat dari bahan bakususu, baik susu sapi, kambing, atau kerbau. Proses pembuatannya dilakukan dengan pembentukan dadih setelah terlebih dahulu melakukan pasteurisasi terhadap susu. Pasteurisasi ditujukan untuk menghilangkan bakteri pathogen sekaligus menghilangkan bakteri pengganggu dalam proses pembuatan dadih.

Pembuatan dadih atau proses penggumpalan mulai terjadi saat ditambah starter kultur bakteri laktat. Kultur bakteri ini menyebabkan terjadinya fermentasi hingga pada pH tertentu. Enzim atau asam ditambahkan saat telah dicapai kondisi yang sesuai untuk enzim atau asam sehingga proses koagulasi tercapai. Penambahan enzim atau pun asam bertujuan untuk menurunkan pH hingga 4,5 dimana pH tersebut merupakan titik isoelektrik kasein2.

Gumpalan susu yang terbentuk di dasar alat, kemudian diambil dengan cara filtrasi. Gumpalan susu ini kemudian dipres untuk mengeluarkan whey-nya. Penambahan garam pada hasil gumpalan yang difiltrasi akan menghasilkan keju cottage. Untuk menghasilkan keju jenis lainnya, gumpalan susu yang disaring ini kemudian dipres dengan waktu yang bervariasi tergantung jenis keju yang diinginkan. Pada proses penekanan ini terjadi pula proses pematangan. Biasanya proses pematangan memakan waktu lebih kurang 10 minggu sehingga menjadi keju yang dinamakan keju keras (cheddar)2.

Pada proses pematangan ini pun dapat ditambahkan mikroba-mikroba tertentu untuk menghasilkan keju yang diinginkan. Selama proses pematangan ini banyak senyawa-senyawa khas yang dihasilkan tergantung dari bakteri yang ditambahkan. Keju Swiss yang khas dengan citarasa asam propionatnya dihasilkan oleh bakteri Propionibacterium shermani. Selain itu lubang-lubang yang dihasilkan pun terjadi karena terbentuknya gas karbon dioksida yang diproduksi selama fermentasi.

Prinsip pembuatan keju
Prinsip pembuatan keju adalah fermentasi asam laktat yang terdapat dalam susu. Proses pembuatan keju diawali dengan memanaskan/pasteurisasi susu, kecuali pada jenis-jenis keju tertentu seperti Emmentaler dari Swiss yang menggunakan susu mentah. Kemudian zat pembantu penggumpalan (rennet, sejenis enzim penggumpal yang biasa terdapat dalam lambung sapi dan/atau bakteri yang dapat mengasamkan susu) ditambahkan3.

Tergantung metodenya, setelah setengah sampai 5 jam, susu akan menggumpal sehingga terpisah menjadi sebuah gumpalan besar (curd) dan bagian yang cair (whey). Gumpalan ini dipotong-potong menjadi bagian-bagian yang sama besar, agar bagian yang cair (whey) semakin banyak yang keluar. Semakin kecil potongan, semakin sedikit cairan yang dikandung oleh keju nantinya, sehingga keju semakin keras. Potongan-potongan ini kemudian diaduk, dipanaskan, dan kadang dipress untuk menghilangkan lebih banyak lagi cairan3.

Setelah itu, bakal keju yang masih lunak itu dibubuhi jamur dan dibentuk. Lalu diolesi atau direndam dalam air garam untuk membunuh bakteri merugikan yang mungkin terdapat di dalamnya. Ada juga jenis keju yang direndam sebelum diberi jamur. Terakhir, bakal keju dimatangkan dalam kondisi tertentu. Semakin lama dimatangkan, keju akan semakin keras.

Jenis-jenis Keju
Ada beberapa faktor yang dapat membedakan keju3:
1.Asal susu: Sebagian besar keju dibuat dari susu sapi.
Tapi banyak juga yang dibuat dari susu domba (misalnya Feta dari Yunani), kambing, kerbau (misalnya Mozzarella dari Italia), bahkan susu unta.
Jenis-jenis keju tertentu mensyaratkan susu dari hewan yang diperah pada pagi/sore hari, atau hanya makan makanan tertentu, atau berasa dari daerah tertentu saja.
2.Kadar lemak: Untuk mendapatkan kadar lemak yang diinginkan, susu dicampur dengan susu rendah lemak (skimmed) sehingga kadar lemaknya turun, atau dicampur dengan kepala susu (cream) agar kadar lemaknya naik.
3.Metoda penggumpalan atau koagulasi: Ada yang dibuat dengan menggunakan rennet, ada juga yang menggunakan bakteri yang memiliki sifat mengasamkan susu, ada juga yang menggunakan keduanya.
4.Jenis jamur: Ada yang menggunakan jamur putih, kemerahan, dan biru.
5.Proses pematangan: Untuk mendapatkan rasa, aroma dan penampilan yang khas, setiap jenis keju mengalami proses pematangan yang berbeda-beda, baik dari sisi lamanya proses (bervariasi antara 2 minggu sampai 7 tahun), suhu di mana bakal keju dimatangkan, dan bahan-bahan lain yang ditambahkan ke dalam keju. Misalnya keju Appenzell dari Swiss direndam dalam campuran bumbu dan anggur putih selama beberapa saat, keju Leiden dari Belanda ditambahkan sejenis jintan (cumin), atau beberapa jenis keju segar yang dibubuhi daun bawang atau biji lada hijau.

Penicillium roqueforti adalah jamur saprotrophic dari family Trichocomaceae. Banyak terdapat di alam, dan merupakan pembusuk organik dan tanaman. Banyak industri makanan yang memproduksi jamur Penicillium roqueforti ini untuk pembuatan keju biru4.
Klasifikasi. Pertama kali dijelaskan oleh Thom di 1906, P. roqueforti awalnya jamur yang heterogen jenis biru-hijau sporulating. Dikelompokkan ke dalam beberapa jenis berdasarkan perbedaan phenotypic, namun dikelompokkan menjadi satu spesies oleh Raper dan Thom (1949). kelompok P. roqueforti yang mendapat pengklasifikasian ulang pada tahun 1996 berkat analisis molekular ribosomal DNA sequence. Sebelumnya dibagi menjadi dua jenis – pembuatan keju - (P. roqueforti var. Roqueforti) dan pembuatan-patulin (P. roqueforti var. Carneum), P. roqueforti telah menjadi tiga jenis klasifikasi yaitu P. roqueforti, P. carneum dan P. paneum5.

2.3 Keju Biru dengan Penicilin Roqueforti
Dalam proses pembuatan keju untuk memperoleh keju biru ditambahkan dengan jamur Penicilin roqueforti. Penambahan jamur selama proses pematangan ini mengakibatkan keju berurat dan warnanya menjadi biru yang khas dan ditambah sedikit garam. Keju biru ini mudah rapuh dan tidak terlalu kering. Adapun keju camemberti, ditambahkan Penicilin camemberti pada proses pematangannya yang juga memberikan efek warna biru dan citarasa khas camembert.
Jadi peranan utama dari Penicilin roqueforti adalah menjadikan keju berurat dan memberi warna biru pada permukaan keju.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka kesimpulan yang dapat diambil berkaitan dengan rumusan masalahnya yaitu Kapang Penicilin roqueforti menjadikan keju berurat dan memberi warna biru pada permukaan keju

3.2 Saran
Adapun Saran dari penulis adalah sebaiknya hati-hati dalam mengkonsumsi keju dan Selalu perhatian label halal pada produk keju yang akan dibeli.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonym, Fermentasi. Didownload dari http://wapedia.mobi/id/, pada tanggal 22 Februari 2009.
2. Administrator. Keju Lezat dan Halal didownload dari www.google.com, Jumat, 13 Pebruari 2009

3. Yanti, Keju A-Z. didownload dari www.jalankenangan.net, pada tanggal 25 Februari 2009.
4. Anonym, Penicillium roqueforti. Didownload dari www.en.wikipedia.org. pada tanggal 25 Februari 2009.
5. Boysen M, Skouboe P, Frisvad J, Rossen L (March 1996). "Reclassification of the Penicillium roqueforti group into three species on the basis of molecular genetic and biochemical profiles". Microbiology (Reading, Engl.) 142 ( Pt 3): 541–9.

Sumber Gambar
www.cookalmostanything.blogspot.com
www.en.wikipedia.org/Penicillium roqueforti
www.web.educastur.princast.es
www.jalankenangan.net


NB:
GAMBARNYA DOWNLOAD SENDIRI KI NAH BERDASARKAN SUMBER GAMBAR DI ATAS..OKE

PENINGKATAN KETAHANAN KELUARGA DAN KUALITAS PENGASUHAN UNTUK PENINGKATAN STATUS GIZI ANAK USIA DINI

oleh : DR. IR. EUIS SUNARTI,M.SI

Sabtu, 07 Februari 2009

Perbaikan gizi dipandang sebagai entry point upaya pengentasan kemiskinan dan upaya perolehan hidup berkualitas. Oleh karenanya terbebasnya dari kelaparan dan masalah gizi merupakan hak dasar setiap ummat manusia. Dalam dekade terakhir banyak kemajuan dalam memahami kompleksnya interaksi factor biologi dan perilaku yang mempengaruhi status gizi. Interaksi positif pengasuh dengan anak dikaitkan dengan kecukupan lingkungan untuk anak tumbuh dan berkembang (Anderson, Pelletier, & Alderman, 1995). Banyak penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan fisik dipengaruhi oleh interaksi antara beragam intervensi psikososial dan intervensi gizi (Myers, 1992). Selama lebih 20 tahun secara establish telah diterima bahwa pemberantasan masalah gizi pada anak tergantung tiga factor utama yaitu ketahanan pangan individu, akses terhadap layanan kesehatan, dan ketersediaan perilaku pengasuhan “care” yang memadai. (Engle, Menon & Hadad, 1997), dimana ketiga factor tersebut beroperasi di tingkat keluarga dan masyarakat (Shrimpton, 2006); sehingga penting untuk memberi perhatian bagaimana meningkatkan kapasitas keluarga sebagai institusi utama dan pertama dalam pembangunan sumberdaya manusia. Kemampuan keluarga untuk mengelola sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga seiring dengan masalah yang dihadapi keluarga disebut dengan ketahanan keluarga (Sunarti, 2001).

Tulisan ini menyajikan sebagian dari hasil penelitian “A Study of Plantation Women Workers; Socio Economic Status, Family Strength, Food Consumption, and Children Growth and Development” yang lebih memfokuskan untuk menganalisis pengaruh ketahanan keluarga dan pengasuhan anak terhadap status gizi dan perkembangan anak. Penelitian dilakukan di Kabupaten Bandung yaitu di perkebunan teh PTPN VIII wilayah Pangalengan (Malabar, Purbasari, Talun-santosa, Sedep) dan PTPN Rancabali, Ciwidey. Desain penelitian adalah cross sectional. Pengambilan data dilakukan pada bulan Desember 2007 –Januari 2008. Sebagai contoh dipilih secara acak 500 orang pemetik the wanita yang memiliki anak dibawah usia enam tahun (anak usia dini). Data yang digunakan untuk keperluan analisis ini adalah data ketahanan keluarga, pengasuhan anak dengan dimensi arahan (direction dimension), dimensi emosi (emotional dimension), dimensi kehangatan (warmth dimension), dan lingkungan pengasuhan (HOME, Home Observation for Measurement of Environment), data terkait status gizi (data umur, BB,TB), dan prestasi perkembangan anak (psikomotor, komunikasi, kecerdasan, dan social). Pertumbuhan anak diukur baik secara antropometri (BB/U, TB/U, BB/TB) maupun dari tingkat kecukupan konsumsinya (energy, protein, Vitamin A, Vitamin C, dan zat besi). Sedangkan pengukuran perkembangan anak menggunakan indicator perkembangan dari program Bina Keluarga Balita (BKB). Peubah penelitian umumnya memiliki reliabilitas yang baik yaitu dengan nilai alpha-Cronbach sama atau lebih besar dari 0.7. Untuk menjawab tujuan, data dianalisis dengan factor analysis (eksploratory dan confirmatory) dan uji pengaruh dengan menggunakan model persamaan structural (SEM, Structural Equation Modelling) Lisrell (Linear Structural relationship).

Hasil penelitian menunjukkan 97.4 % ibu dan ayah memiliki lama sekolah dibawah 9 tahun. Pendapatan perkapita per bulan berkisar antara 23,690.5 – Rp 466, 527.8 dengan nilai rataan Rp 193, 580. Masih terdapat 25.8% (proksi pengeluaran) atau 31.6 % (proksi pendapatan) keluarga yang tergolong miskin (mengacu garis kemiskinan Jawa Barat 2007 untuk wilayah pedesaan Rp 144.204/kapita/bulan); bahkan 83.8 % contoh tergolong miskin (kriteria Bank Dunia 1 dollar /kap/hari);, dan semuanya tergolong miskin (kriteria 2 dolar/kap/hari).

Hasil analisis ketahanan keluarga menunjukkan bahwa : 1) kisaran prosentase pencapaian ketahanan keluarga yang paling lebar adalah pada ketahanan psikologis (24 – 100); 2) diantara ketiga ketahanan keluarga (fisik, social, psikologis), ketahanan social memiliki nilai rata-rata yang paling tinggi sementara ketahanan fisik memiliki rata-rata prosentase pencapaian yang paling rendah; 3) tidak ada contoh yang mencapai prosentase tertinggi (100%) pada ketahanan fisik; 4) sebagian besar contoh (86%) masih tergolong memiliki ketahanan keluarga rendah (cut of point 80 %); 5) diantara ketiga ketahanan keluarga, persentase terbesar contoh memiliki ketahanan fisik yang rendah (85%); 6) rendahnya ketahanan fisik contoh umumnya diimbangi dengan ketahanan sosial tinggi (79%)

Praktek pengasuhan anak yang dilakukan ibu beragam. Praktek pengasuhan penerimaan dan kehangatan bersifat kontinuum, dimana selain telah melakukan item pengasuhan berdimensi penerimaan dan kehangatan (warmth dimension) masih banyak ibu yang melakukan praktek pengasuhan yang bersifat neglect/indefference, hostility/aggression, juga undifferentiated rejection. Masing-masing hampir dari setengahnya ibu (51%) masih mempraktekkan gaya pengasuhan arahan (51%) dan gaya pengasuhan emosi (53%) yang kurang memadai. Lingkungan pengasuhan contoh sangat bervariasi, namun lingkungan pengasuhan pada kelompok anak 0-3 tahun lebih rendah dibandingkan untuk anak 3-6 tahun. Seluruh item lingkungan pengasuhan anak usia 0-3 tahun terkategori rendah, terutama dalam penyediaan mainan anak. Lingkungan pengasuhan anak usia 3-6 tahun mengalami perbaikan seiring meningkatnya peran TPA (tempat penitipan anak) di perkebunan dalam menstimulasi bahasa dan akademik anak.

Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar atau prosentase terbesar contoh tergolong memiliki status gizi normal pada ukuran BB/TB (85.2%) dan BB/U (78.2%), kecuali pada TB/U (40%) dimana prosentase terbesar (53%) tergolong pendek/stunting. Terdapat 21.8% contoh yang tergolong gizi kurang dan buruk berdasarkan BB/U dan 9.2 % berdasarkan BB/TB, namun terdapat 5.6% contoh dengan status gizi lebih untuk BB/TB dan 3% untuk TB/U.

Perkembangan anak dibagi kedalam empat dimensi yaitu motorik, komunikasi, kecerdasan, dan sosial. Gambaran perkembangan anak pada keempat dimensi tersebut dan menurut enam kelompok umur contoh (usia 0-6 tahun) tidak menunjukkan pola yang khas. Pada perkembangan sosial dan perkembangan kecerdasan, hampir setara antara contoh yang terkategori baik dan kurang. Semnatra pada perkembangan komunikasi persentase terbesar (65.4%) contoh terkategori baik dan hal sebaliknya pada perkembangan motorik dimana 60% contoh terkategori perkembangannya kurang.

Eksploratory factor analysis yang dilakukan terhadap semua sub-variabel menguatkan pengelompokkan masing-masing sub-variabel bergabung kepada variabel induknya. Hal tersebut dikonfirmasi oleh confirmatory factor analysis dengan nilai GFI (Goodness of Fit Index) yang baik. Tingkat kecukupan protein dapat mewakili tingkat kecukupan energi karena nilai korelasi yang sangat tinggi. Terdapat hubungan erat dan positif antara ketahanan keluarga dengan pengasuhan anak (berbagai dimensi); antara pengasuhan dengan status gizi, dan antara pengasuhan dengan perkembangan anak. Dengan menempatkan dua kelompok observed variable status gizi (kelompok BB/TB dan BB/U dan kelompok tingkat kecukupan protein, Vit-A, Vit-C, dan FE), hasil analisis mengkonfirmasi dua model (linear structural relationship) pengaruh ketahanan keluarga dan pengasuhan anak terhadap status gizi dan perkembangan anak dengan nilai GFI/AGFI masing-masing adalah 0.97/0.95 untuk model-1 dan 0.90/0.86 untuk model-2. Hal tersebut menunjukkan bahwa model yang dianalisis sesuai dengan keragaan data yang dikumpulkan

Template by - Abdul Munir