Wednesday, June 10, 2009

FERMENTASI KEJU

BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Mikrobiologi merupakan cabang ilmu biologi yang mempelajari mikroorganisme yang terdapat di alam, dan salah satu pemanfataan ilmu mikrobiologi adalah dalam bidang pangan misalnya melakukan fermentasi makanan. Ahli Kimia Perancis, Louis Pasteur adalah seorang zymologist pertama ketika di tahun 1857 mengkaitkan ragi dengan fermentasi. Ia mendefinisikan fermentasi sebagai "respirasi (pernafasan) tanpa udara"1.

Pembuatan tempe dan tape (baik tape ketan maupun tape singkong atau peuyeum) adalah proses fermentasi yang sangat dikenal di Indonesia. Proses fermentasi menghasilkan senyawa-senyawa yang sangat berguna, mulai dari makanan sampai obat-obatan. Kemudian salah satu produk makanan yang juga hasil dari fermentasi adalah keju. Keju (diambil dari bahasa Portugis queijo) adalah makanan padat yang dibuat dari susu sapi, kambing, domba, dan mamalia lainnya. Keju dibentuk dari susu dengan menghilangkan kandungan airnya dengan menggunakan kombinasi rennet dan pengasaman.
Keju roquefort, yang berwarna biru khas sehingga disebut keju biru dimana dalam proses pembuatan keju ini ditambahkan dengan jamur kapang Penicilin roqueforti.

1.2Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :
Bagaimana peranan jamur kapang Penicilin roqueforti dalam fermentasi keju biru.

1.3Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah untuk mengetahui peranan jamur kapang Penicilin roqueforti dalam fermentasi keju biru.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KEJU
Keju berasal dari kata Inggris kuno yaitu cese dan chiese, atau dari bahasa latin caseus2. Keju terbuat dari bahan bakususu, baik susu sapi, kambing, atau kerbau. Proses pembuatannya dilakukan dengan pembentukan dadih setelah terlebih dahulu melakukan pasteurisasi terhadap susu. Pasteurisasi ditujukan untuk menghilangkan bakteri pathogen sekaligus menghilangkan bakteri pengganggu dalam proses pembuatan dadih.

Pembuatan dadih atau proses penggumpalan mulai terjadi saat ditambah starter kultur bakteri laktat. Kultur bakteri ini menyebabkan terjadinya fermentasi hingga pada pH tertentu. Enzim atau asam ditambahkan saat telah dicapai kondisi yang sesuai untuk enzim atau asam sehingga proses koagulasi tercapai. Penambahan enzim atau pun asam bertujuan untuk menurunkan pH hingga 4,5 dimana pH tersebut merupakan titik isoelektrik kasein2.

Gumpalan susu yang terbentuk di dasar alat, kemudian diambil dengan cara filtrasi. Gumpalan susu ini kemudian dipres untuk mengeluarkan whey-nya. Penambahan garam pada hasil gumpalan yang difiltrasi akan menghasilkan keju cottage. Untuk menghasilkan keju jenis lainnya, gumpalan susu yang disaring ini kemudian dipres dengan waktu yang bervariasi tergantung jenis keju yang diinginkan. Pada proses penekanan ini terjadi pula proses pematangan. Biasanya proses pematangan memakan waktu lebih kurang 10 minggu sehingga menjadi keju yang dinamakan keju keras (cheddar)2.

Pada proses pematangan ini pun dapat ditambahkan mikroba-mikroba tertentu untuk menghasilkan keju yang diinginkan. Selama proses pematangan ini banyak senyawa-senyawa khas yang dihasilkan tergantung dari bakteri yang ditambahkan. Keju Swiss yang khas dengan citarasa asam propionatnya dihasilkan oleh bakteri Propionibacterium shermani. Selain itu lubang-lubang yang dihasilkan pun terjadi karena terbentuknya gas karbon dioksida yang diproduksi selama fermentasi.

Prinsip pembuatan keju
Prinsip pembuatan keju adalah fermentasi asam laktat yang terdapat dalam susu. Proses pembuatan keju diawali dengan memanaskan/pasteurisasi susu, kecuali pada jenis-jenis keju tertentu seperti Emmentaler dari Swiss yang menggunakan susu mentah. Kemudian zat pembantu penggumpalan (rennet, sejenis enzim penggumpal yang biasa terdapat dalam lambung sapi dan/atau bakteri yang dapat mengasamkan susu) ditambahkan3.

Tergantung metodenya, setelah setengah sampai 5 jam, susu akan menggumpal sehingga terpisah menjadi sebuah gumpalan besar (curd) dan bagian yang cair (whey). Gumpalan ini dipotong-potong menjadi bagian-bagian yang sama besar, agar bagian yang cair (whey) semakin banyak yang keluar. Semakin kecil potongan, semakin sedikit cairan yang dikandung oleh keju nantinya, sehingga keju semakin keras. Potongan-potongan ini kemudian diaduk, dipanaskan, dan kadang dipress untuk menghilangkan lebih banyak lagi cairan3.

Setelah itu, bakal keju yang masih lunak itu dibubuhi jamur dan dibentuk. Lalu diolesi atau direndam dalam air garam untuk membunuh bakteri merugikan yang mungkin terdapat di dalamnya. Ada juga jenis keju yang direndam sebelum diberi jamur. Terakhir, bakal keju dimatangkan dalam kondisi tertentu. Semakin lama dimatangkan, keju akan semakin keras.

Jenis-jenis Keju
Ada beberapa faktor yang dapat membedakan keju3:
1.Asal susu: Sebagian besar keju dibuat dari susu sapi.
Tapi banyak juga yang dibuat dari susu domba (misalnya Feta dari Yunani), kambing, kerbau (misalnya Mozzarella dari Italia), bahkan susu unta.
Jenis-jenis keju tertentu mensyaratkan susu dari hewan yang diperah pada pagi/sore hari, atau hanya makan makanan tertentu, atau berasa dari daerah tertentu saja.
2.Kadar lemak: Untuk mendapatkan kadar lemak yang diinginkan, susu dicampur dengan susu rendah lemak (skimmed) sehingga kadar lemaknya turun, atau dicampur dengan kepala susu (cream) agar kadar lemaknya naik.
3.Metoda penggumpalan atau koagulasi: Ada yang dibuat dengan menggunakan rennet, ada juga yang menggunakan bakteri yang memiliki sifat mengasamkan susu, ada juga yang menggunakan keduanya.
4.Jenis jamur: Ada yang menggunakan jamur putih, kemerahan, dan biru.
5.Proses pematangan: Untuk mendapatkan rasa, aroma dan penampilan yang khas, setiap jenis keju mengalami proses pematangan yang berbeda-beda, baik dari sisi lamanya proses (bervariasi antara 2 minggu sampai 7 tahun), suhu di mana bakal keju dimatangkan, dan bahan-bahan lain yang ditambahkan ke dalam keju. Misalnya keju Appenzell dari Swiss direndam dalam campuran bumbu dan anggur putih selama beberapa saat, keju Leiden dari Belanda ditambahkan sejenis jintan (cumin), atau beberapa jenis keju segar yang dibubuhi daun bawang atau biji lada hijau.

Penicillium roqueforti adalah jamur saprotrophic dari family Trichocomaceae. Banyak terdapat di alam, dan merupakan pembusuk organik dan tanaman. Banyak industri makanan yang memproduksi jamur Penicillium roqueforti ini untuk pembuatan keju biru4.
Klasifikasi. Pertama kali dijelaskan oleh Thom di 1906, P. roqueforti awalnya jamur yang heterogen jenis biru-hijau sporulating. Dikelompokkan ke dalam beberapa jenis berdasarkan perbedaan phenotypic, namun dikelompokkan menjadi satu spesies oleh Raper dan Thom (1949). kelompok P. roqueforti yang mendapat pengklasifikasian ulang pada tahun 1996 berkat analisis molekular ribosomal DNA sequence. Sebelumnya dibagi menjadi dua jenis – pembuatan keju - (P. roqueforti var. Roqueforti) dan pembuatan-patulin (P. roqueforti var. Carneum), P. roqueforti telah menjadi tiga jenis klasifikasi yaitu P. roqueforti, P. carneum dan P. paneum5.

2.3 Keju Biru dengan Penicilin Roqueforti
Dalam proses pembuatan keju untuk memperoleh keju biru ditambahkan dengan jamur Penicilin roqueforti. Penambahan jamur selama proses pematangan ini mengakibatkan keju berurat dan warnanya menjadi biru yang khas dan ditambah sedikit garam. Keju biru ini mudah rapuh dan tidak terlalu kering. Adapun keju camemberti, ditambahkan Penicilin camemberti pada proses pematangannya yang juga memberikan efek warna biru dan citarasa khas camembert.
Jadi peranan utama dari Penicilin roqueforti adalah menjadikan keju berurat dan memberi warna biru pada permukaan keju.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka kesimpulan yang dapat diambil berkaitan dengan rumusan masalahnya yaitu Kapang Penicilin roqueforti menjadikan keju berurat dan memberi warna biru pada permukaan keju

3.2 Saran
Adapun Saran dari penulis adalah sebaiknya hati-hati dalam mengkonsumsi keju dan Selalu perhatian label halal pada produk keju yang akan dibeli.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonym, Fermentasi. Didownload dari http://wapedia.mobi/id/, pada tanggal 22 Februari 2009.
2. Administrator. Keju Lezat dan Halal didownload dari www.google.com, Jumat, 13 Pebruari 2009

3. Yanti, Keju A-Z. didownload dari www.jalankenangan.net, pada tanggal 25 Februari 2009.
4. Anonym, Penicillium roqueforti. Didownload dari www.en.wikipedia.org. pada tanggal 25 Februari 2009.
5. Boysen M, Skouboe P, Frisvad J, Rossen L (March 1996). "Reclassification of the Penicillium roqueforti group into three species on the basis of molecular genetic and biochemical profiles". Microbiology (Reading, Engl.) 142 ( Pt 3): 541–9.

Sumber Gambar
www.cookalmostanything.blogspot.com
www.en.wikipedia.org/Penicillium roqueforti
www.web.educastur.princast.es
www.jalankenangan.net


NB:
GAMBARNYA DOWNLOAD SENDIRI KI NAH BERDASARKAN SUMBER GAMBAR DI ATAS..OKE

PENINGKATAN KETAHANAN KELUARGA DAN KUALITAS PENGASUHAN UNTUK PENINGKATAN STATUS GIZI ANAK USIA DINI

oleh : DR. IR. EUIS SUNARTI,M.SI

Sabtu, 07 Februari 2009

Perbaikan gizi dipandang sebagai entry point upaya pengentasan kemiskinan dan upaya perolehan hidup berkualitas. Oleh karenanya terbebasnya dari kelaparan dan masalah gizi merupakan hak dasar setiap ummat manusia. Dalam dekade terakhir banyak kemajuan dalam memahami kompleksnya interaksi factor biologi dan perilaku yang mempengaruhi status gizi. Interaksi positif pengasuh dengan anak dikaitkan dengan kecukupan lingkungan untuk anak tumbuh dan berkembang (Anderson, Pelletier, & Alderman, 1995). Banyak penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan fisik dipengaruhi oleh interaksi antara beragam intervensi psikososial dan intervensi gizi (Myers, 1992). Selama lebih 20 tahun secara establish telah diterima bahwa pemberantasan masalah gizi pada anak tergantung tiga factor utama yaitu ketahanan pangan individu, akses terhadap layanan kesehatan, dan ketersediaan perilaku pengasuhan “care” yang memadai. (Engle, Menon & Hadad, 1997), dimana ketiga factor tersebut beroperasi di tingkat keluarga dan masyarakat (Shrimpton, 2006); sehingga penting untuk memberi perhatian bagaimana meningkatkan kapasitas keluarga sebagai institusi utama dan pertama dalam pembangunan sumberdaya manusia. Kemampuan keluarga untuk mengelola sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga seiring dengan masalah yang dihadapi keluarga disebut dengan ketahanan keluarga (Sunarti, 2001).

Tulisan ini menyajikan sebagian dari hasil penelitian “A Study of Plantation Women Workers; Socio Economic Status, Family Strength, Food Consumption, and Children Growth and Development” yang lebih memfokuskan untuk menganalisis pengaruh ketahanan keluarga dan pengasuhan anak terhadap status gizi dan perkembangan anak. Penelitian dilakukan di Kabupaten Bandung yaitu di perkebunan teh PTPN VIII wilayah Pangalengan (Malabar, Purbasari, Talun-santosa, Sedep) dan PTPN Rancabali, Ciwidey. Desain penelitian adalah cross sectional. Pengambilan data dilakukan pada bulan Desember 2007 –Januari 2008. Sebagai contoh dipilih secara acak 500 orang pemetik the wanita yang memiliki anak dibawah usia enam tahun (anak usia dini). Data yang digunakan untuk keperluan analisis ini adalah data ketahanan keluarga, pengasuhan anak dengan dimensi arahan (direction dimension), dimensi emosi (emotional dimension), dimensi kehangatan (warmth dimension), dan lingkungan pengasuhan (HOME, Home Observation for Measurement of Environment), data terkait status gizi (data umur, BB,TB), dan prestasi perkembangan anak (psikomotor, komunikasi, kecerdasan, dan social). Pertumbuhan anak diukur baik secara antropometri (BB/U, TB/U, BB/TB) maupun dari tingkat kecukupan konsumsinya (energy, protein, Vitamin A, Vitamin C, dan zat besi). Sedangkan pengukuran perkembangan anak menggunakan indicator perkembangan dari program Bina Keluarga Balita (BKB). Peubah penelitian umumnya memiliki reliabilitas yang baik yaitu dengan nilai alpha-Cronbach sama atau lebih besar dari 0.7. Untuk menjawab tujuan, data dianalisis dengan factor analysis (eksploratory dan confirmatory) dan uji pengaruh dengan menggunakan model persamaan structural (SEM, Structural Equation Modelling) Lisrell (Linear Structural relationship).

Hasil penelitian menunjukkan 97.4 % ibu dan ayah memiliki lama sekolah dibawah 9 tahun. Pendapatan perkapita per bulan berkisar antara 23,690.5 – Rp 466, 527.8 dengan nilai rataan Rp 193, 580. Masih terdapat 25.8% (proksi pengeluaran) atau 31.6 % (proksi pendapatan) keluarga yang tergolong miskin (mengacu garis kemiskinan Jawa Barat 2007 untuk wilayah pedesaan Rp 144.204/kapita/bulan); bahkan 83.8 % contoh tergolong miskin (kriteria Bank Dunia 1 dollar /kap/hari);, dan semuanya tergolong miskin (kriteria 2 dolar/kap/hari).

Hasil analisis ketahanan keluarga menunjukkan bahwa : 1) kisaran prosentase pencapaian ketahanan keluarga yang paling lebar adalah pada ketahanan psikologis (24 – 100); 2) diantara ketiga ketahanan keluarga (fisik, social, psikologis), ketahanan social memiliki nilai rata-rata yang paling tinggi sementara ketahanan fisik memiliki rata-rata prosentase pencapaian yang paling rendah; 3) tidak ada contoh yang mencapai prosentase tertinggi (100%) pada ketahanan fisik; 4) sebagian besar contoh (86%) masih tergolong memiliki ketahanan keluarga rendah (cut of point 80 %); 5) diantara ketiga ketahanan keluarga, persentase terbesar contoh memiliki ketahanan fisik yang rendah (85%); 6) rendahnya ketahanan fisik contoh umumnya diimbangi dengan ketahanan sosial tinggi (79%)

Praktek pengasuhan anak yang dilakukan ibu beragam. Praktek pengasuhan penerimaan dan kehangatan bersifat kontinuum, dimana selain telah melakukan item pengasuhan berdimensi penerimaan dan kehangatan (warmth dimension) masih banyak ibu yang melakukan praktek pengasuhan yang bersifat neglect/indefference, hostility/aggression, juga undifferentiated rejection. Masing-masing hampir dari setengahnya ibu (51%) masih mempraktekkan gaya pengasuhan arahan (51%) dan gaya pengasuhan emosi (53%) yang kurang memadai. Lingkungan pengasuhan contoh sangat bervariasi, namun lingkungan pengasuhan pada kelompok anak 0-3 tahun lebih rendah dibandingkan untuk anak 3-6 tahun. Seluruh item lingkungan pengasuhan anak usia 0-3 tahun terkategori rendah, terutama dalam penyediaan mainan anak. Lingkungan pengasuhan anak usia 3-6 tahun mengalami perbaikan seiring meningkatnya peran TPA (tempat penitipan anak) di perkebunan dalam menstimulasi bahasa dan akademik anak.

Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar atau prosentase terbesar contoh tergolong memiliki status gizi normal pada ukuran BB/TB (85.2%) dan BB/U (78.2%), kecuali pada TB/U (40%) dimana prosentase terbesar (53%) tergolong pendek/stunting. Terdapat 21.8% contoh yang tergolong gizi kurang dan buruk berdasarkan BB/U dan 9.2 % berdasarkan BB/TB, namun terdapat 5.6% contoh dengan status gizi lebih untuk BB/TB dan 3% untuk TB/U.

Perkembangan anak dibagi kedalam empat dimensi yaitu motorik, komunikasi, kecerdasan, dan sosial. Gambaran perkembangan anak pada keempat dimensi tersebut dan menurut enam kelompok umur contoh (usia 0-6 tahun) tidak menunjukkan pola yang khas. Pada perkembangan sosial dan perkembangan kecerdasan, hampir setara antara contoh yang terkategori baik dan kurang. Semnatra pada perkembangan komunikasi persentase terbesar (65.4%) contoh terkategori baik dan hal sebaliknya pada perkembangan motorik dimana 60% contoh terkategori perkembangannya kurang.

Eksploratory factor analysis yang dilakukan terhadap semua sub-variabel menguatkan pengelompokkan masing-masing sub-variabel bergabung kepada variabel induknya. Hal tersebut dikonfirmasi oleh confirmatory factor analysis dengan nilai GFI (Goodness of Fit Index) yang baik. Tingkat kecukupan protein dapat mewakili tingkat kecukupan energi karena nilai korelasi yang sangat tinggi. Terdapat hubungan erat dan positif antara ketahanan keluarga dengan pengasuhan anak (berbagai dimensi); antara pengasuhan dengan status gizi, dan antara pengasuhan dengan perkembangan anak. Dengan menempatkan dua kelompok observed variable status gizi (kelompok BB/TB dan BB/U dan kelompok tingkat kecukupan protein, Vit-A, Vit-C, dan FE), hasil analisis mengkonfirmasi dua model (linear structural relationship) pengaruh ketahanan keluarga dan pengasuhan anak terhadap status gizi dan perkembangan anak dengan nilai GFI/AGFI masing-masing adalah 0.97/0.95 untuk model-1 dan 0.90/0.86 untuk model-2. Hal tersebut menunjukkan bahwa model yang dianalisis sesuai dengan keragaan data yang dikumpulkan

Template by - Abdul Munir